Selasa, 17 Juli 2012

Ketika Di Alam Kubur


Ketika Di Alam Kubur
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya ”kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar” (QS Al Faathir [35]:22)
kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar”  bukan berarti manusia  di alam kubur tidak dapat mendengar.
Kalimat tersebut adalah kalimat majaz artinya,  ”Nabi Muhammad tidak dapat memberi petunjuk kepada orang-orang musyrikin yang telah mati hatinya“.
Kata “mendengar” di ayat tersebut maksudnya adalah dalam arti menerima ajakan. Allah ta’ala menjadikan orang-orang kafir seperti orang mati yang tak bisa mengikuti bila ada yang mengajaknya. Orang yang mati, walaupun bisa mengerti dan memahami maknanya, namun tetap tak bisa menjawab ucapan dan melaksanakan apa yang diperintahkan serta menjauhi apa yang dilarang.
Seperti halnya orang kafir sebagaimana yang disampaikan dalam firmanNya yang artinya,
“kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. dan Jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu). (Q.S Al Anfaal [8] :23)
Maka Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakang* (Q.S Ar Ruum: [30]: 52)
Orang-orang kafir itu disamakan Tuhan dengan orang-orang mati yang tidak mungkin lagi mendengarkan pelajaran-pelajaran. begitu juga disamakan orang-orang kafir itu dengan orang-orang tuli yang tidak bisa mendengar panggilan sama sekali apabila mereka sedang membelakangi kita.
Oleh karenanya jangan sampai pendengaran kita seperti pendengaran orang yang telah mati atau orang kafir yaitu mendengar dan memahami makna dari ajakan orang untuk berbuat kebaikan, namun tidak dapat menjawab atau melaksanakan perintah dan laranganNya. Jika kita mengabaikan orang-orang yang mengajak kita kepada kebaikan maka berwaspadalah, bisa jadi pendengaran kita telah mati.




Manusia di alam kubur dapat mendengar.
Dari Tsabit Al Bunani dari Anas bin Malik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam meninggalkan jenazah perang Badar tiga kali, setelah itu beliau mendatangi mereka, beliau berdiri dan memanggil-manggil mereka, beliau bersabda: Hai Abu Jahal bin Hisyam, hai Umaiyah bin Khalaf, hai Utbah bin Rabi’ah, hai Syaibah bin Rabi’ah, bukankah kalian telah menemukan kebenaran janji Rabb kalian, sesungguhnya aku telah menemukan kebenaran janji Rabbku yang dijanjikan padaku. Umar mendengar ucapan nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, ia berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana mereka mendengar dan bagaimana mereka menjawab, mereka telah menjadi bangkai? Beliau bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada ditanganNya, kalian tidak lebih mendengar ucapanku melebihi mereka, hanya saja mereka tidak bisa menjawab. (HR Muslim 5121)
Mati hanyalah perpindahan alam.
Al-Qurtubi dalam at-Tadzkirah mengenai hadis kematian dari syeikhnya mengatakan: “Kematian bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian merupakan perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan lain.”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.
Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatkan oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u al Zawaaid dan mengkategorikannya sebagai hadits shahih)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)
Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)
Tidak seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.” (HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)
Tidak seorang pun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid).
Walaupun manusia di alam kubur dapat mendegar namun tidak berguna mereka diberikan petunjuk karena amal perbuatan yang mereka lakukan di alam kubur tidak  diperhitungkan lagi atau terputus amalnya (“inqatha’a ‘amaluhu)  maknanya adalah setiap manusia di alam kubur maka apapun yang mereka perbuat, seperti penyesalan atau minta ampun, tidak diperhitungkan lagi.
Amal kebaikan yang masih diperhitungkan terus bagi manusia yang telah di alam kubur ada tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfa’at baginya dan anak sholeh yang selalu mendoakannya.”  (HR Muslim 3084).
Selain tiga perkara tersebut , manusia di alam kubur masih dapat menerima amal kebaikan yang di atas namakan kepada mereka.
“Telah menceritakan kepada kami Hisyam dari bapaknya dari Aisyah bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, Wahai Rasulullah, ibuku meninggal secara tiba-tiba dan ia tidak sempat berwasiat. Menurut dugaanku, seandainya ia sempat berbicara, mungkin dia akan bersedekah. Apakah ia akan mendapatkan pahalanya jika aku bersedekah atas namanya? beliau menjawab: Ya.” (HR Muslim 1672)
Begitupula manusia di alam kubur masih dapat meneriman amal kebaikan yang dilakukan oleh bukan keluarga yang di atas namakan kepada mereka. Contohnya utang mayit dianggap lunas bila dibayar orang lain, sekalipun bukan keluarganya. Berdasarkan hadits Abu Qatadah, ketika ia menjamin akan membayar hutang seorang mayit sebanyak dua dinar. Setelah ia tunaikan utang itu Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda:
أَلآنَ بَرَدْتَ عَلَيْهِ جِلْدَتَهُ
“Sekarang engkau telah mendinginkan kulitnya”.
Sedangkan maksud firman Allah Subhanahu wa ta’ala,  wa-an laysa lil-insaani illaa maa sa’aa,  “dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS An Najm [53]:39) adalah menafikan “kepemilikan seseorang terhadap usaha orang lain”. Allah Subhanahu wa ta’ala hanya mengabarkan bahwa “laa yamliku illa sa’yah”, “orang itu tidak akan memiliki kecuali apa yang diusahakan sendiri”.  Adapun usaha orang lain, maka itu adalah milik bagi siapa yang mengusahakannya. Jika dia mau, maka dia boleh memberikannya kepada orang lain dan pula jika ia mau, dia boleh menetapkannya untuk dirinya sendiri.  Jadi huruf “lam” pada lafadz “lil insane” itu adalah “lil istihqaq” yakni menunjukan arti “milik”.
Manusia di alam kubur,  ditetapkanlah apa yang telah dicapainya selama perjalanannya di dunia menjadi ruh manusia beriman  dan menjadi penduduk langit atau ruh manusia durhaka dan mendiami alam kubur yang sempit dan menghimpit.
Imam Ahmad dalam kitabnya Al-Musnad dari Al-Bara’ ibn ‘Azib
Kabar tentang ruh manusia beriman
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Allah berfirman: “Tulislah kitab hamba-Ku ini di dalam ‘Illiyyin lalu kembalikanlah dia ke bumi karena Kami telah menciptakan mereka dari bumi (tanah). Kepadanya Aku kembalikan mereka dan dari dalamnya Aku mengeluarkannya sekali lagi.
Ruhnya kemudian dikembalikan ke bumi, lalu datanglah dua orang malaikat yang kemudian mendudukkannya, Mereka lantas bertanya kepadanya, “Siapakah Tuhan Anda ?” Ia menjawab, “Tuhanku adalah Allah .”
Kedua malaikat itu bertanya lagi, “Apakah agama Anda?” Ia menjawab, “Agamaku adalah Islam.”
Kedua malaikat itu bertanya lagi, “Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada Anda?”
Jawabnya, “Beliau adalah (Muhammad) Rasulullah.” Malaikat itu bertanya, “Dari mana Anda tahu ?” Ia menjawab, “Aku telah membaca Kitab Allah. Aku mengimani dan membenarkannya.”
Lalu terdengarlah sebuah panggilan dari langit, “Jika memang hamba-Ku ini benar, maka hamparkanlah untuknya (permadani) dari surga, berilah ia pakaian dari surga, dan bukakanlah untuknya pintu yang menuju surga.” Kemudian ruh orang yang beriman dikembalikan ke jasadnya beserta bau wamgi-wangiannya, lalu diluaskan kuburannya sejauh mata memandang.
Selanjutnya datanglah seorang laki-laki tampan yang berpakaian bagus dan berbau harum. Ia berkata, “Berbahagialah dengan segala yang membahagiakan Anda. Ini adalah hari kebahagiaan Anda yang telah Allah janjikan.” Orang beriman tersebut bertanya, “Siapakah engkau? Wajahmu tampan sekali.” Ia menjawab, “Aku adalah amal saleh Anda.
Kabar tentang ruh manusia durhaka
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda Allah berfirman “Tulislah buku catatan amalnya di Sijjin yang berada di bumi paling bawah.” Ruhnya kemudian dilemparkan begitu saja. Kemudian Rasulullah membacakan sebuah Firman Allah yang artinya, “Barangsiapa yang menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia adalah seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh seekor burung, atau diterbangkan oleh angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al-Hajj (22): 31).
Ruhnya kemudian dikembalikan ke jasadnya. Selanjutnya datanglah kepadanya dua orang malaikat lantas mendudukkannya.
Mereka bertanya kepadanya, “Siapakah Tuhanmu?” Ia menjawab, “Ee..ee..ee.. saya tidak tahu.” Mereka bertanya lagi, “Apa agamamu?” Ia menjawab, “Ee..ee..ee.. saya tidak tahu.”
Setelah itu terdedengar sebuah pamggilan dari langit, “Jika ia benar-benar berdusta, hamparkanlah untuknya sebuah hamparan yang terbuat dari api neraka, dan bukakanlah untuknya sebuah pintu yang menuju ke neraka.” Ketika pintu itu dibuka, maka panas dan racunnya langsung menembus badannya dan kuburannya pun menjadi semakin sempit dan menghimpit badannya sehingga tulang-tulangnya berserakan.
Ia kemudian didatangi seorang laki-laki yang berwajah buruk, berpakaian buruk dan berbau busuk. Orang itu berkata kepadanya, “Berbahagialah kamu dengan sesuatu yang membinasakanmu. Hari ini adalah hari kesengsaraanmu yang telah Allah janjikan!” Orang yang mati durhaka itu kemudian bertanya, “Siapakah engkau? Wajahmu sangat buruk.” Ia menjawab, “Aku adalah amal burukmu”.
Manusia di alam kubur yang telah menjadi penduduk langit akan disholawatkan penduduk bumi dengan kalimat sholawat, “ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALA ‘IBAADILLAAHISH SHAALIHIIN”
Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh telah menceritakan kepada kami Ayahku telah menceritakan kepada kami Al A’masy dia berkata; telah menceritakan kepadaku Syaqiq dari Abdullah dia berkata; Ketika kami membaca shalawat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kami mengucapkan: ASSALAAMU ‘ALALLAHI QABLA ‘IBAADIHI, ASSALAAMU ‘ALAA JIBRIIL, ASSSALAAMU ‘ALAA MIKAA`IIL, ASSALAAMU ‘ALAA FULAAN WA FULAAN (Semoga keselamatan terlimpahkan kepada Allah, semoga keselamatan terlimpah kepada Jibril, Mika’il, kepada fulan dan fulan). Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selesai melaksanakan shalat, beliau menghadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda: Sesungguhnya Allah adalah As salam, apabila salah seorang dari kalian duduk dalam shalat (tahiyyat), hendaknya mengucapkan; AT-TAHIYYATUT LILLAHI WASH-SHALAWAATU WATH-THAYYIBAATU, ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHAN-NABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUH, ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALA ‘IBAADILLAAHISH SHAALIHIIN, (penghormatan, rahmat dan kebaikan hanya milik Allah. Semoga keselamatan, rahmat, dan keberkahan tetap ada pada engkau wahai Nabi. Keselamatan juga semoga ada pada hamba-hamba Allah yang shalih. Sesungguhnya jika ia mengucapkannya, maka hal itu sudah mencakup seluruh hamba-hamba yang shalih baik di langit maupun di bumi, lalu melanjutkan; ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASUULUH (Aku bersaksi bahwa tiada Dzat yang berhak disembah selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya). Setelah itu ia boleh memilih do’a yang ia kehendaki. (HR Bukhari 5762)
Para Sahabat ketika duduk dalam shalat (tahiyyat),  bertawasul dengan menyebut nama-nama orang-orang sholeh yang telah wafat maupun dengan para malaikat namun Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajarkan untuk menyingkatnya menjadi  “Assalaamu’alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin”, maka hal itu sudah mencakup seluruh hamba-hamba Allah yang sholeh baik di langit maupun di bumi“.  Hamba Allah yang sholeh di langit maknanya penduduk langit, para malaikat dan kaum muslim yang telah meraih maqom disisiNya yang telah  wafat , dan hamba  sholeh di bumi adalah hamba Allah yang sholeh yang masih hidup.
Rasulullah bersabda “Maka Allah pun mengangkatnya untukku agar aku dapat melihatnya. Dan tidaklah mereka menanyakan kepadaku melainkan aku pasti akan menjawabnya. Aku telah melihat diriku bersama sekumpulan para Nabi. Dan tiba-tiba aku diperlihatkan Nabi Musa yang sedang berdiri melaksanakan shalat, ternyata dia adalah seorang lelaki yang kekar dan berambut keriting, seakan-akan orang bani Syanuah. Aku juga diperlihatkan Isa bin Maryam yang juga sedang berdiri melaksanakan shalat. Urwah bin Mas’ud Ats Tsaqafi adalah manusia yang paling mirip dengannya. Telah diperlihatkan pula kepadaku Nabi Ibrahim yang juga sedang berdiri melaksanakan shalat, orang yang paling mirip denganya adalah sahabat kalian ini; yakni diri beliau sendiri. Ketika waktu shalat telah masuk, akupun mengimami mereka semua. Dan seusai melaksanakan shalat, ada seseorang berkata, ‘Wahai Muhammad, ini adalah malaikat penjaga api neraka, berilah salam kepadanya! ‘ Maka akupun menoleh kepadanya, namun ia segera mendahuluiku memberi salam (HR Muslim 251)
Penduduk langit adalah mereka yang mulia yakni para malaikat dan kaum muslim yang telah meraih maqom disisiNya,  mereka yang telah dikaruniakan ni’mat oleh Allah Azza wa Jalla sehingga mereka selalu berada di jalan yang lurus.
Kaum muslim yang telah meraih maqom disisiNya adalah  para Nabi (Rasulullah yang paling mulia), Shiddiqin, Syuhada dan orang sholeh.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
Tunjukilah kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….” (QS Al Fatihah [1]:6-7)
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu” (QS Al Hujuraat [49]:13)
Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69)
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)
Muslim yang terbaik untuk bukan Nabi dan meraih maqom disisiNya sehingga menjadi kekasih Allah (wali Allah) dengan mencapai shiddiqin, muslim yang membenarkan dan menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat.
Penduduk langit juga bisa menyaksikan hamba-hamba kekasih Tuhan di bumi sebagaimana dinyatakan Rasulullah, “Sesungguhnya para penghuni langit mengenal penghuni bumi yang selalu mengingat dan berzikir kepada Allah bagaikan bintang yang bersinar di langit.”
Dalam Al Qur’an dinyatakan dalam ayat, “Untuk mereka kabar gembira waktu mereka hidup di dunia dan di akhirat.” (QS Yunus/10:64).
Para ulama tafsir mengomentari ayat ini sesuai dengan pengalaman sahabat Nabi Muhammad, Abu Darda’, yang menanyakan apa maksud ayat ini. Rasulullah menjelaskan, “Yang dimaksud ayat ini ialah mimpi baik yang dilihat atau diperlihatkan Allah SWT kepadanya.”  Dalam ayat lain lebih jelas lagi Allah berfirman, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya.” (QS al-Zumar [39]:42).
Ibnu Zaid berkata, “Mati adalah wafat dan tidur juga adalah wafat”.
Abdullah Ibnu Abbas r.a. pernah berkata, “ruh orang tidur dan ruh orang mati bisa bertemu diwaktu tidur dan saling berkenalan sesuai kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menggenggam ruh manusia pada dua keadaan, pada keadaan tidur dan pada keadaan matinya.
Penduduk langit bertasbih kepada Allah
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al Hadid [57] : 1 )
حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ وَشَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ قَالَا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ وَسُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَيْتُ وَفِي رِوَايَةِ هَدَّابٍ مَرَرْتُ عَلَى مُوسَى لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي قَبْرِهِ
Telah menceritakan kepada kami Haddab bin Khalid dan Syaiban bin Farrukh keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Tsabit Al Bunani dan Sulaiman At Taimi dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku mendatangi -dan pada riwayat Haddab- Aku melewati Musa pada malam aku di isra’kan, yaitu di samping bukit merah sedang shalat di dalam kuburannya.” (HR Muslim 4379)
و حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ خَشْرَمٍ أَخْبَرَنَا عِيسَى يَعْنِي ابْنَ يُونُسَ ح و حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ كِلَاهُمَا عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ عَنْ أَنَسٍ ح و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَرْتُ عَلَى مُوسَى وَهُوَ يُصَلِّي فِي قَبْرِهِ وَزَادَ فِي حَدِيثِ عِيسَى مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي
Dan telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Khasyram; Telah mengabarkan kepada kami ‘Isa yaitu Ibnu Yunus; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami ‘Utsman bin Abu Syaibah; Telah menceritakan kepada kami Jarir seluruhnya dari Sulaiman At Taimi dari Anas; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakannya kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah; Telah menceritakan kepada kami ‘Abdah bin Sulaiman dari Sufyan dari Sulaiman At Taimi Aku mendengar Anas berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku melawati Musa yang sedang shalat di dalam kuburannya. Sedangkan di dalam Hadits ‘Isa dengan lafazh; ‘Pada malam aku diisra’kan aku melewati..’  (HR Muslim 4380)
Tulisan kali ini kami akhiri dengan  sebuah pertanyaan untuk diambil hikmahnya, dua hadits di atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa Beliau melihat Nabi Musa as sedang sholat di dalam kuburannya sedang dihadits yang lain dikatakan bahwa Beliau menemui Nabi Musa as di langit keenam, Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan langit ?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda:  “kami meneruskan perjalanan sehingga sampai di langit keenam, lalu aku menemui Nabi Musa dan memberi salam kepadanya. Dia segera menjawab, ‘Selamat datang wahai saudara yang dan nabi yang shalih.’ Ketika aku meningalkannya, dia terus menangis. Lalu dia ditanya, ‘Apakah yang menyebabkan kamu menangis? ‘ dia menjawab, ‘Wahai Tuhanku! Kamu telah mengutus pemuda ini setelahku, tetapi umatnya lebih banyak memasuki Surga daripada umatku” (HR Muslim 238)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar