Ketika Di Alam Kubur
Firman Allah Azza wa Jalla yang
artinya ”kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur
dapat mendengar” (QS Al Faathir [35]:22)
“kamu sekali-kali tiada sanggup
menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar” bukan berarti
manusia di alam kubur tidak dapat mendengar.
Kalimat tersebut adalah kalimat
majaz artinya, ”Nabi Muhammad tidak dapat memberi petunjuk kepada
orang-orang musyrikin yang telah mati hatinya“.
Kata “mendengar” di ayat
tersebut maksudnya adalah dalam arti menerima ajakan. Allah ta’ala menjadikan
orang-orang kafir seperti orang mati yang tak bisa mengikuti bila ada yang
mengajaknya. Orang yang mati, walaupun bisa mengerti dan memahami maknanya,
namun tetap tak bisa menjawab ucapan dan melaksanakan apa yang diperintahkan
serta menjauhi apa yang dilarang.
Seperti halnya orang kafir
sebagaimana yang disampaikan dalam firmanNya yang artinya,
“kalau sekiranya Allah mengetahui
kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. dan
Jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling
juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu). (Q.S Al Anfaal [8] :23)
“Maka Sesungguhnya kamu tidak
akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan
menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu
berpaling membelakang* (Q.S Ar Ruum: [30]: 52)
Orang-orang kafir itu disamakan
Tuhan dengan orang-orang mati yang tidak mungkin lagi mendengarkan pelajaran-pelajaran.
begitu juga disamakan orang-orang kafir itu dengan orang-orang tuli yang tidak
bisa mendengar panggilan sama sekali apabila mereka sedang membelakangi kita.
Oleh karenanya jangan sampai
pendengaran kita seperti pendengaran orang yang telah mati atau orang kafir
yaitu mendengar dan memahami makna dari ajakan orang untuk berbuat kebaikan,
namun tidak dapat menjawab atau melaksanakan perintah dan laranganNya. Jika
kita mengabaikan orang-orang yang mengajak kita kepada kebaikan maka
berwaspadalah, bisa jadi pendengaran kita telah mati.
Manusia di alam kubur dapat mendengar.
Dari Tsabit Al Bunani dari Anas bin
Malik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam meninggalkan jenazah perang Badar
tiga kali, setelah itu beliau mendatangi mereka, beliau berdiri dan
memanggil-manggil mereka, beliau bersabda: Hai Abu Jahal bin Hisyam, hai
Umaiyah bin Khalaf, hai Utbah bin Rabi’ah, hai Syaibah bin Rabi’ah, bukankah
kalian telah menemukan kebenaran janji Rabb kalian, sesungguhnya aku telah
menemukan kebenaran janji Rabbku yang dijanjikan padaku. Umar mendengar ucapan
nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, ia berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana
mereka mendengar dan bagaimana mereka menjawab, mereka telah menjadi bangkai?
Beliau bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada ditanganNya, kalian tidak lebih
mendengar ucapanku melebihi mereka, hanya saja mereka tidak bisa menjawab. (HR
Muslim 5121)
Mati hanyalah perpindahan alam.
Al-Qurtubi dalam at-Tadzkirah
mengenai hadis kematian dari syeikhnya mengatakan: “Kematian bukanlah
ketiadaan yang murni, namun kematian merupakan perpindahan dari satu keadaan
kepada keadaan lain.”
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda,
حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون
ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت
الله لكم.
“Hidupku lebih baik buat kalian
dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan
percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan
kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan
ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatkan oelh Al Hafidh
Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu alaihi
wasallam. Al Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u al Zawaaid dan
mengkategorikannya sebagai hadits shahih)
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda,
إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم
من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى
تهديهم كما هديتنا)
“Sesungguhnya perbuatan kalian
diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal
dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun
jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau
matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau
memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda,
(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه
إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)
“Tidak seorangpun yang
mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali
dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.”
(HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr).
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda,
(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان
يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)
“Tidak seorang pun melewati
kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang
yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan
menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu
Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid).
Walaupun manusia di alam kubur dapat
mendegar namun tidak berguna mereka diberikan petunjuk karena amal perbuatan
yang mereka lakukan di alam kubur tidak diperhitungkan lagi atau terputus
amalnya (“inqatha’a ‘amaluhu) maknanya adalah setiap manusia di alam
kubur maka apapun yang mereka perbuat, seperti penyesalan atau minta ampun,
tidak diperhitungkan lagi.
Amal kebaikan yang masih
diperhitungkan terus bagi manusia yang telah di alam kubur ada tiga perkara;
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfa’at baginya dan anak sholeh yang selalu
mendoakannya.” (HR Muslim 3084).
Selain tiga perkara tersebut ,
manusia di alam kubur masih dapat menerima amal kebaikan yang di atas namakan
kepada mereka.
“Telah menceritakan kepada kami
Hisyam dari bapaknya dari Aisyah bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, Wahai Rasulullah, ibuku
meninggal secara tiba-tiba dan ia tidak sempat berwasiat. Menurut dugaanku,
seandainya ia sempat berbicara, mungkin dia akan bersedekah. Apakah ia akan
mendapatkan pahalanya jika aku bersedekah atas namanya? beliau menjawab: Ya.”
(HR Muslim 1672)
Begitupula manusia di alam kubur masih
dapat meneriman amal kebaikan yang dilakukan oleh bukan keluarga yang di atas
namakan kepada mereka. Contohnya utang mayit dianggap lunas bila dibayar orang
lain, sekalipun bukan keluarganya. Berdasarkan hadits Abu Qatadah, ketika ia
menjamin akan membayar hutang seorang mayit sebanyak dua dinar. Setelah ia
tunaikan utang itu Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda:
أَلآنَ بَرَدْتَ عَلَيْهِ جِلْدَتَهُ
“Sekarang engkau telah mendinginkan
kulitnya”.
Sedangkan maksud firman Allah
Subhanahu wa ta’ala, wa-an laysa lil-insaani illaa maa sa’aa,
“dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya” (QS An Najm [53]:39) adalah menafikan “kepemilikan
seseorang terhadap usaha orang lain”. Allah Subhanahu wa ta’ala hanya
mengabarkan bahwa “laa yamliku illa sa’yah”, “orang itu tidak akan memiliki
kecuali apa yang diusahakan sendiri”. Adapun usaha orang lain, maka
itu adalah milik bagi siapa yang mengusahakannya. Jika dia mau, maka dia boleh
memberikannya kepada orang lain dan pula jika ia mau, dia boleh menetapkannya
untuk dirinya sendiri. Jadi huruf “lam” pada lafadz “lil insane” itu
adalah “lil istihqaq” yakni menunjukan arti “milik”.
Manusia di alam kubur,
ditetapkanlah apa yang telah dicapainya selama perjalanannya di dunia menjadi
ruh manusia beriman dan menjadi penduduk langit atau ruh manusia durhaka
dan mendiami alam kubur yang sempit dan menghimpit.
Imam Ahmad dalam kitabnya Al-Musnad
dari Al-Bara’ ibn ‘Azib
Kabar tentang ruh manusia beriman
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda “Allah berfirman: “Tulislah kitab hamba-Ku ini di dalam ‘Illiyyin
lalu kembalikanlah dia ke bumi karena Kami telah menciptakan mereka dari bumi
(tanah). Kepadanya Aku kembalikan mereka dan dari dalamnya Aku mengeluarkannya
sekali lagi.”
Ruhnya kemudian dikembalikan ke
bumi, lalu datanglah dua orang malaikat yang kemudian mendudukkannya, Mereka
lantas bertanya kepadanya, “Siapakah Tuhan Anda ?” Ia menjawab, “Tuhanku
adalah Allah .”
Kedua malaikat itu bertanya lagi, “Apakah agama Anda?” Ia menjawab, “Agamaku adalah Islam.”
Kedua malaikat itu bertanya lagi, “Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada Anda?”
Jawabnya, “Beliau adalah (Muhammad) Rasulullah.” Malaikat itu bertanya, “Dari mana Anda tahu ?” Ia menjawab, “Aku telah membaca Kitab Allah. Aku mengimani dan membenarkannya.”
Kedua malaikat itu bertanya lagi, “Apakah agama Anda?” Ia menjawab, “Agamaku adalah Islam.”
Kedua malaikat itu bertanya lagi, “Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada Anda?”
Jawabnya, “Beliau adalah (Muhammad) Rasulullah.” Malaikat itu bertanya, “Dari mana Anda tahu ?” Ia menjawab, “Aku telah membaca Kitab Allah. Aku mengimani dan membenarkannya.”
Lalu terdengarlah sebuah panggilan
dari langit, “Jika memang hamba-Ku ini benar, maka hamparkanlah untuknya
(permadani) dari surga, berilah ia pakaian dari surga, dan bukakanlah untuknya
pintu yang menuju surga.” Kemudian ruh orang yang beriman dikembalikan ke
jasadnya beserta bau wamgi-wangiannya, lalu diluaskan kuburannya sejauh mata
memandang.
Selanjutnya datanglah seorang
laki-laki tampan yang berpakaian bagus dan berbau harum. Ia berkata, “Berbahagialah
dengan segala yang membahagiakan Anda. Ini adalah hari kebahagiaan Anda yang
telah Allah janjikan.” Orang beriman tersebut bertanya, “Siapakah
engkau? Wajahmu tampan sekali.” Ia menjawab, “Aku adalah amal saleh
Anda.”
Kabar tentang ruh manusia durhaka
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda Allah berfirman “Tulislah buku catatan amalnya di Sijjin yang
berada di bumi paling bawah.” Ruhnya kemudian dilemparkan begitu saja. Kemudian
Rasulullah membacakan sebuah Firman Allah yang artinya, “Barangsiapa yang
menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia adalah seolah-olah jatuh dari langit
lalu disambar oleh seekor burung, atau diterbangkan oleh angin ke tempat yang
jauh.” (QS. Al-Hajj (22): 31).
Ruhnya kemudian dikembalikan ke
jasadnya. Selanjutnya datanglah kepadanya dua orang malaikat lantas
mendudukkannya.
Mereka bertanya kepadanya, “Siapakah Tuhanmu?” Ia menjawab, “Ee..ee..ee.. saya tidak tahu.” Mereka bertanya lagi, “Apa agamamu?” Ia menjawab, “Ee..ee..ee.. saya tidak tahu.”
Setelah itu terdedengar sebuah pamggilan dari langit, “Jika ia benar-benar berdusta, hamparkanlah untuknya sebuah hamparan yang terbuat dari api neraka, dan bukakanlah untuknya sebuah pintu yang menuju ke neraka.” Ketika pintu itu dibuka, maka panas dan racunnya langsung menembus badannya dan kuburannya pun menjadi semakin sempit dan menghimpit badannya sehingga tulang-tulangnya berserakan.
Mereka bertanya kepadanya, “Siapakah Tuhanmu?” Ia menjawab, “Ee..ee..ee.. saya tidak tahu.” Mereka bertanya lagi, “Apa agamamu?” Ia menjawab, “Ee..ee..ee.. saya tidak tahu.”
Setelah itu terdedengar sebuah pamggilan dari langit, “Jika ia benar-benar berdusta, hamparkanlah untuknya sebuah hamparan yang terbuat dari api neraka, dan bukakanlah untuknya sebuah pintu yang menuju ke neraka.” Ketika pintu itu dibuka, maka panas dan racunnya langsung menembus badannya dan kuburannya pun menjadi semakin sempit dan menghimpit badannya sehingga tulang-tulangnya berserakan.
Ia kemudian didatangi seorang
laki-laki yang berwajah buruk, berpakaian buruk dan berbau busuk. Orang itu
berkata kepadanya, “Berbahagialah kamu dengan sesuatu yang membinasakanmu. Hari
ini adalah hari kesengsaraanmu yang telah Allah janjikan!” Orang yang mati
durhaka itu kemudian bertanya, “Siapakah engkau? Wajahmu sangat buruk.” Ia
menjawab, “Aku adalah amal burukmu”.
Manusia di alam kubur yang telah
menjadi penduduk langit akan disholawatkan penduduk bumi dengan kalimat
sholawat, “ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALA ‘IBAADILLAAHISH SHAALIHIIN”
Telah menceritakan kepada kami Umar
bin Hafsh telah menceritakan kepada kami Ayahku telah menceritakan
kepada kami Al A’masy dia berkata; telah menceritakan kepadaku Syaqiq
dari Abdullah dia berkata; Ketika kami membaca shalawat di belakang Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kami mengucapkan: ASSALAAMU ‘ALALLAHI QABLA
‘IBAADIHI, ASSALAAMU ‘ALAA JIBRIIL, ASSSALAAMU ‘ALAA MIKAA`IIL, ASSALAAMU ‘ALAA
FULAAN WA FULAAN (Semoga keselamatan terlimpahkan kepada Allah, semoga
keselamatan terlimpah kepada Jibril, Mika’il, kepada fulan dan fulan). Ketika
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selesai melaksanakan shalat, beliau
menghadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda: Sesungguhnya Allah adalah As
salam, apabila salah seorang dari kalian duduk dalam shalat (tahiyyat),
hendaknya mengucapkan; AT-TAHIYYATUT LILLAHI WASH-SHALAWAATU WATH-THAYYIBAATU,
ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHAN-NABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUH, ASSALAAMU
‘ALAINAA WA ‘ALA ‘IBAADILLAAHISH SHAALIHIIN, (penghormatan, rahmat dan kebaikan
hanya milik Allah. Semoga keselamatan, rahmat, dan keberkahan tetap ada pada
engkau wahai Nabi. Keselamatan juga semoga ada pada hamba-hamba Allah yang
shalih. Sesungguhnya jika ia mengucapkannya, maka hal itu sudah mencakup
seluruh hamba-hamba yang shalih baik di langit maupun di bumi, lalu
melanjutkan; ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU
WA RASUULUH (Aku bersaksi bahwa tiada Dzat yang berhak disembah selain Allah,
dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya). Setelah itu ia boleh memilih do’a
yang ia kehendaki. (HR Bukhari 5762)
Para Sahabat ketika duduk dalam
shalat (tahiyyat), bertawasul dengan menyebut nama-nama orang-orang
sholeh yang telah wafat maupun dengan para malaikat namun Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam mengajarkan untuk menyingkatnya menjadi “Assalaamu’alaina
wa’alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin”, maka hal itu sudah mencakup seluruh
hamba-hamba Allah yang sholeh baik di langit maupun di bumi“. Hamba Allah
yang sholeh di langit maknanya penduduk langit, para malaikat dan kaum muslim
yang telah meraih maqom disisiNya yang telah wafat , dan hamba
sholeh di bumi adalah hamba Allah yang sholeh yang masih hidup.
Rasulullah bersabda “Maka Allah pun
mengangkatnya untukku agar aku dapat melihatnya. Dan tidaklah mereka menanyakan
kepadaku melainkan aku pasti akan menjawabnya. Aku telah melihat diriku bersama
sekumpulan para Nabi. Dan tiba-tiba aku diperlihatkan Nabi Musa yang sedang
berdiri melaksanakan shalat, ternyata dia adalah seorang lelaki yang kekar dan
berambut keriting, seakan-akan orang bani Syanuah. Aku juga diperlihatkan Isa
bin Maryam yang juga sedang berdiri melaksanakan shalat. Urwah bin Mas’ud Ats
Tsaqafi adalah manusia yang paling mirip dengannya. Telah diperlihatkan pula
kepadaku Nabi Ibrahim yang juga sedang berdiri melaksanakan shalat, orang yang
paling mirip denganya adalah sahabat kalian ini; yakni diri beliau sendiri.
Ketika waktu shalat telah masuk, akupun mengimami mereka semua. Dan seusai
melaksanakan shalat, ada seseorang berkata, ‘Wahai Muhammad, ini adalah
malaikat penjaga api neraka, berilah salam kepadanya! ‘ Maka akupun menoleh
kepadanya, namun ia segera mendahuluiku memberi salam (HR Muslim 251)
Penduduk langit adalah mereka yang
mulia yakni para malaikat dan kaum muslim yang telah meraih maqom
disisiNya, mereka yang telah dikaruniakan ni’mat oleh Allah Azza wa Jalla
sehingga mereka selalu berada di jalan yang lurus.
Kaum muslim yang telah meraih maqom
disisiNya adalah para Nabi (Rasulullah yang paling mulia), Shiddiqin,
Syuhada dan orang sholeh.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Tunjukilah kami jalan yang lurus
, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….”
(QS Al Fatihah [1]:6-7)
“Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu”
(QS Al Hujuraat [49]:13)
“Dan barangsiapa yang menta’ati
Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang
yang mati syahid, dan orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69)
”Dan janganlah kamu mengatakan
terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu )
mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.”
(QS Al Baqarah [2]: 154 )
”Janganlah kamu mengira bahwa
orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu
hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)
Muslim yang terbaik untuk bukan Nabi
dan meraih maqom disisiNya sehingga menjadi kekasih Allah (wali Allah) dengan
mencapai shiddiqin, muslim yang membenarkan dan menyaksikan Allah dengan
hatinya (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat.
Penduduk langit juga bisa
menyaksikan hamba-hamba kekasih Tuhan di bumi sebagaimana dinyatakan
Rasulullah, “Sesungguhnya para penghuni langit mengenal penghuni bumi yang
selalu mengingat dan berzikir kepada Allah bagaikan bintang yang bersinar di
langit.”
Dalam Al Qur’an dinyatakan dalam
ayat, “Untuk mereka kabar gembira waktu mereka hidup di dunia dan di akhirat.”
(QS Yunus/10:64).
Para ulama tafsir mengomentari ayat
ini sesuai dengan pengalaman sahabat Nabi Muhammad, Abu Darda’, yang menanyakan
apa maksud ayat ini. Rasulullah menjelaskan, “Yang dimaksud ayat ini ialah
mimpi baik yang dilihat atau diperlihatkan Allah SWT kepadanya.”
Dalam ayat lain lebih jelas lagi Allah berfirman, “Allah memegang jiwa
(orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu
tidurnya.” (QS al-Zumar [39]:42).
Ibnu Zaid berkata, “Mati adalah
wafat dan tidur juga adalah wafat”.
Abdullah Ibnu Abbas r.a. pernah
berkata, “ruh orang tidur dan ruh orang mati bisa bertemu diwaktu tidur dan
saling berkenalan sesuai kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, karena
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menggenggam ruh manusia pada dua keadaan, pada
keadaan tidur dan pada keadaan matinya.”
Penduduk langit bertasbih kepada
Allah
Firman Allah Azza wa Jalla yang
artinya, “Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih
kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.” (QS Al Hadid [57] : 1 )
حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ
وَشَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ قَالَا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ
الْبُنَانِيِّ وَسُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَيْتُ وَفِي رِوَايَةِ
هَدَّابٍ مَرَرْتُ عَلَى مُوسَى لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عِنْدَ الْكَثِيبِ
الْأَحْمَرِ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي قَبْرِهِ
Telah menceritakan kepada kami Haddab
bin Khalid dan Syaiban bin Farrukh keduanya berkata; Telah menceritakan
kepada kami Hammad bin Salamah dari Tsabit Al Bunani dan Sulaiman
At Taimi dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Aku mendatangi -dan pada riwayat Haddab- Aku melewati Musa
pada malam aku di isra’kan, yaitu di samping bukit merah sedang shalat di dalam
kuburannya.” (HR Muslim 4379)
و حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ خَشْرَمٍ
أَخْبَرَنَا عِيسَى يَعْنِي ابْنَ يُونُسَ ح و حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي
شَيْبَةَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ كِلَاهُمَا عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ عَنْ
أَنَسٍ ح و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ
بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ سَمِعْتُ أَنَسًا
يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَرْتُ عَلَى
مُوسَى وَهُوَ يُصَلِّي فِي قَبْرِهِ وَزَادَ فِي حَدِيثِ عِيسَى مَرَرْتُ
لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي
Dan telah menceritakan kepada kami ‘Ali
bin Khasyram; Telah mengabarkan kepada kami ‘Isa yaitu Ibnu Yunus;
Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada
kami ‘Utsman bin Abu Syaibah; Telah menceritakan kepada kami Jarir
seluruhnya dari Sulaiman At Taimi dari Anas; Demikian juga
diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakannya kepada kami Abu
Bakr bin Abu Syaibah; Telah menceritakan kepada kami ‘Abdah bin Sulaiman
dari Sufyan dari Sulaiman At Taimi Aku mendengar Anas
berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku melawati Musa
yang sedang shalat di dalam kuburannya. Sedangkan di dalam Hadits ‘Isa dengan
lafazh; ‘Pada malam aku diisra’kan aku melewati..’ (HR Muslim 4380)
Tulisan kali ini kami akhiri dengan
sebuah pertanyaan untuk diambil hikmahnya, dua hadits di atas Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa Beliau melihat Nabi Musa as
sedang sholat di dalam kuburannya sedang dihadits yang lain dikatakan bahwa
Beliau menemui Nabi Musa as di langit keenam, Apakah sebenarnya yang dimaksud
dengan langit ?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “kami meneruskan perjalanan sehingga sampai
di langit keenam, lalu aku menemui Nabi Musa dan memberi salam kepadanya. Dia
segera menjawab, ‘Selamat datang wahai saudara yang dan nabi yang shalih.’
Ketika aku meningalkannya, dia terus menangis. Lalu dia ditanya, ‘Apakah yang
menyebabkan kamu menangis? ‘ dia menjawab, ‘Wahai Tuhanku! Kamu telah mengutus
pemuda ini setelahku, tetapi umatnya lebih banyak memasuki Surga daripada
umatku” (HR Muslim 238)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar