Kamis, 17 April 2014

Menyingkirkan Kefakiran Dengan Beribadah Kepada Allah

Menyingkirkan Kefakiran Dengan Beribadah Kepada Allah


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِى أَمْلأْ صَدْرَكَ غِنًى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ وَإِلاَّ تَفْعَلْ مَلأْتُ يَدَيْكَ شُغْلاً وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ »
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wassallam, beliau bersabda : "Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman : "Wahai manusia, luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan memenuhi dadamu dengan kekayaan dan menutup (menyingkirkan) kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka niscaya Aku akan memenuhi kedua tanganmu (hari-harimu) dengan kesibukan (pekerjaan-pekerjaan) dan aku tidak akan menutupi kefakiranmu."
Takhrij Hadis:
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi IV/642 no.2466, Ibnu Majah II/1376, Ahmad II/358 no.8681, dan Ibnu Hibban II/119 no.393.
Hadis di atas derajatnya adalah shahih menurut Syaikh Nashirudin Al Albani.
Sedangkan menurut beberapa ahli hadis, fawaid hadis di atas adalah sebagai berikut :
Meluangkan waktu semata-mata untuk beribadah kepada Allah adalah suatu keharusan bagi setiap orang muslim.
Pasti ada kemudahan bagi orang yang berusaha keras untuk beribadah kepada Allah, dan pasti pula ada kesulitan berupa kesibukan-kesibukan bagi orang yang tidak ingin/menjauhi/malas untuk beribadah kepada Allah.
Kalau kita tidak memaksa diri untuk belajar ilmu syar'i sebagai bagian dari ibadah kita kepada Sang Kholik, tentunya pasti akan ada saja "kesibukan" yang merintangi dan menjauhkan kita dari majelis ilmu syar'i.
Berlindunglah kepada Allah dari was-was syaitan yang senantiasa berusaha melemahkan manusia yang ingin beribadah kepada Allah.
Pintu-pintu rezki itu akan dimudahkan manakala kita menjadikan waktu kita secara maksimal untuk beribadah hanya kepada Allah dan sesuai dengan petunjuk Nabi Shallallahu'alaihi wassalam.
Adapun maksud hadis di atas sebenarnya bukan berarti setiap hamba Allah yang rajin beribadah kepada Allah pasti akan mendapat kekayaan berupa materi yang sangat berlimpah. Bukan berarti bagi setiap hamba yang ibadahnya rajin maka Allah akan menjadikan ia sekaya Bill Gates, Warren Buffet, atau katakanlah sultan dari Arab Saudi. Bukan, bukan itu maksudnya.

Tapi bagi kita hamba Allah yang selalu meluangkan waktu untuk memperbanyak ibadah kepada Allah, seperti berzikir, membaca Al-Qur'an, bersedekah, menyantuni anak yatim, berbakti kepada orang tua, memperbanyak sholawat dan bermacam-macam ibadah yang disunnahkan maka Allah akan mengurangi rasa cinta kepada dunia yang ada dalam hati kita dan menggantinya dengan ketenangan hidup dan rasa cukup akan rezeki serta memudahkan hati untuk bersyukur dalam setiap keadaan.

Memperbanyak ibadah juga erat hubungannya dengan datangnya rezeki, dalam al-Qur'an dan Hadis ada beberapa ibadah dan amalan yang secara khusus disebutkan mampu untuk menolak kefakiran dan mempermudah datangnya rezeki dan pertolongan Allah. Ibadah dan amalan-amalan tersebut insyaAllah akan dipaparkan dalam blog ini.

Macam-Macam Ibadah Yang Mempermudah Datangnya Rezeki
Secara umum jika seorang hamba menyibukkan diri dalam ibadah baik fardhu maupun sunnah untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah akan menyingkirkan kefakiran dari hamba tersebut. Namun ada pula beberapa macam ibadah dan amalan yang disebutkan secara khusus dalam al-Qur’an dan al-Hadis sebagai solusi dari masalah kerezekian. Secara singkat ibadah dan amalan-amalan tersebut antara lain :
Taubat & Istighfar
Taqwa kepada Allah
Tawakkal
Sholat Sunnah Dhuha
Shodaqoh
Silaturahmi
Doa
Membaca Ayat-ayat dan Surat-surat tertentu dalam Al-Qur’an
Sholawat
Berbakti kepada Ibu dan Bapak
Sholat Tahajud
Berhijrah
Perbanyak syukur
Dan beberapa lainnya
Ibadah-ibadah sunnah di atas menurut beberapa ulama adalah penjabaran dari ayat 1000 dinar. Mengenai ayat 1000 dinar dan penjelasan secara lebih spesifik dari Ibadah-ibadah sunnah diatas insyaAllah akan dipaparkan lebih lanjut di artikel-artikel berikutnya.

Allah Berjanji Akan Menolong Hamba-Nya
Jika anda yang saat ini sedang mampir ke blog ini dengan tujuan mencari solusi Islami tentang problem kehidupan anda terutama yang berkaitan dengan rezeki, anda tidak perlu khawatir. Sekali lagi kami sampaikan tidak perlu khawatir, karena jika kita datang kepada Allah dengan merendahkan diri dan memohon pertolongannya, maka Allah PASTI bantu, walaupun memang kita tidak tahu bagaimana cara Allah akan menolong kita, karena cara Allah menolong kita memang bukanlah urusan kita. Kita cuma perlu tahu beres saja. Karena berdasarkan pengalaman hamba-hamba Allah, pertolongan Allah seringkali datang dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak diduga-duga.
Allah sendiri menyatakan dalam Al-Qur'an : Allahu lathiifun bi 'ibadihi (Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya), seberapa besar pun masalah kita, jikalau Allah sudah berkata Kun faya kun, maka akan selesailah masalah itu. Karena tidak ada masalah yang begitu besar jika sudah di tangan Allah.

Satu hal yang telah kami rasakan sendiri ketika saya berusaha sedikit-demi sedikit belajar ilmu agama dan sedikit demi sedikit mulai memperbaiki ibadah dan menambah ibadah-ibadah sunnah, perasaan cinta kepada dunia perlahan-lahan mulai berkurang dan rasa syukur yang sebelumnya terasa sulit mulai terasa mudah. Ketika berusaha mencari rezeki pun yang sebelumnya dipenuhi rasa khawatir sudah mulai berganti perasaan optimis dan ikhlas.

Dan jika anda yang saat ini merasa tidak yakin akan kebenaran hadis di atas. Wajar saja. Saya pun pertama kalinya juga begitu. Bagi kita yang belajar ilmu logika materialistik, sangat sulit untuk menerima ibadah kok berkaitan dengan rezeki. Apa hubungannya? Sulit banget masuk logika. Tapi dulu ketika saya sudah kesulitan ikhtiyar kesana kemari tanpa hasil bertahun-tahun sampai hampir putus asa. Saya pasrahkan saja percaya kepada hadis ini. Saya acuhkan kondisi keuangan saya, dan iseng-iseng mulai memperbanyak ibadah. Eh selang beberapa bulan dapat sumber rezeki dari arah yang tidak diduga-duga. Pendapatan saya per bulan yang sebelumnya minus, jadi melonjak drastis. Alhamdulillah.. Ternyata Allah Maha Benar dan sungguh Maha Menepati Janji. Walaupun memang saya harus menunggu berbulan-bulan dengan perasaan harap-harap cemas. Itung-itung latihan bersabar lah.

Jadi anda pun yang muslim tidak perlu ragu akan hadis di atas. Karena Allah Maha Benar dan Maha Menepati Janji. Oleh karenanya mari kita bersama-sama mulai memperbaiki diri dengan bertaqwa kepada Allah. Mudah-mudahan kefakiran kita disingkirkan dengan berkah memperbanyak ibadah kepada Allah.


Wallahu a'lam bishowab

Mengenal Hakikat Rezeki Dalam Islam

Mengenal Hakikat Rezeki Dalam Islam


Sebenarnya postingan kali ini sesuai yang saya janjikan seharusnya masih membahas seputar ayat 1000 dinar. Namun rasa-rasanya sebelum membahas lebih jauh mengenai antara keterkaitan antara taqwa dan kerezekian ada baiknya kita membahas lebih dulu mengenai hakikat rezeki itu sendiri. Karena siapa tahu ada yang keliru dalam memahami soal rezeki dalam Islam sehingga mempercayai hal-hal yang sebenarnya tidak ada dalam Islam. Hal itu bisa menjadi takhayul dan khurafat dalam benak kita sebagai hamba Allah. Takhayul dan khurafat ini haruslah dibersihkan terlebih dahulu.


Takhayul Rezeki
Coba terangkan kepada saya.. Apa hubungannya antara cermin pecah dengan nasib seseorang?

Mungkin banyak dari anda akan berkata : tidak ada hubungannya..

Tapi coba anda mampir ke Inggris. Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh The Betway Group, Pada tahun 2012 ada lebih dari sembilan juta orang di Inggris yang percaya bahwa jika anda memecahkan cermin kaca, maka anda akan sial selama tujuh tahun. Dan ada lebih dari 10 juta orang yang tidak ingin berjalan di bawah tangga karena takut bernasib sial.

Jika anda berkunjung ke Korea Selatan maka anda akan kesulitan menemukan panel tombol lantai nomor 4 dan 13 di dalam lift hotel-hotel paling internasional sekalipun. Di Korea anda pun akan jarang melihat orang yang memotong kuku pada malam hari. Konon katanya jika kita memotong kuku di malam hari, tikus akan memakan potongan kuku kita, dan mereka akan dapat berubah menjadi manusia, mengambil formulir, bahkan mencuri jiwa kita.

Jika anda mempercayai hal-hal tersebut di Indonesia, mungkin anda akan ditertawakan karena percaya kepada takhayul yang tak masuk akal. Walaupun Indonesia sendiri termasuk negeri dengan segudang takhayul.

Ngobrol tentang takhayul, sebenarnya ada pula takhayul dalam perihal rezeki. Takhayul ini berkembang dalam benak kaum muslim dan mengkaburkan akan kebenaran tentang masalah rezeki dalam Islam. Sebenarnya bagaimana Islam bicara tentang rezeki? Benarkah rezeki sudah ditentukan? Benarkah rezeki itu Allah yang mengatur? Apa saja rezeki yang diatur oleh Allah?

Melalui postingan kali ini, kita akan sedikit membahas mengenai hakikat rezeki dalam Islam. Bagaimana sesungguhnya penjelasan mengenai hakikat rezeki dalam Al-Qur'an.

Rezeki Ada Di Tangan Allah
Umat Islam sangat familiar dengan istilah "Rezeki ada di tangan Allah." Namun zaman sekarang sangat nampak bahwa pemikiran “Rezeki di tangan Allah” telah mengalami pergeseran sehingga kehilangan maknanya. Pemikiran tersebut menjadi kosong dan bahkan tidak menjadi keyakinan bagi kebanyakan umat Islam saat ini. Dengan hilangnya makna pemikiran tersebut, kemudian berkembang khurafat dan takhayul dalam benak sebagian umat Islam. Pemikiran khurafat dan takhayul itu, antara lain :
Rizki tergantung pada usaha manusia, sehingga usaha manusialah yang menentukan rizki.
Rizki itu tergantung pada akal dan kedudukan, sehingga siapa yang lebih pandai, maka sudah pasti rizkinya akan lebih banyak, demikian juga seorang atasan lebih banyak rizkinya dibanding bawahan.
Rizki adalah materi yang dapat dihitung secara matematika, sehingga ketika jumlahnya berkurang, di satu sisi  jumlah pembaginya bertambah, maka rizkinya akan berkurang.
Itulah pemikiran khurafat dan takhayul yang berkembang dalam benak kaum muslimin saat ini. Akibatnya, umat Islam saat ini menjadi umat yang materialistik dan cenderung menjadi orang yang bakhil, takut menentang kezaliman dan tidak berani amar ma'ruf nahi munkar karena khawatir akan kehilangan kedudukan dan hartanya. Jika mencari ilmu, belajar atau yang lain, juga tidak bertujuan untuk meningkatkan kualitas keimanan dan menjadi muslim yang taat serta bermanfaat, namun hanya semata-mata untuk meraih kenikmatan materi. Karena itu, ketika tujuannya telah tercapai, proses belajarnya akan berhenti. Sebab semuanya telah tercapai. Inilah pemikiran-pemikiran khurafat dan takhayul yang berkembang di benak sebagian besar kaum muslimin. Semuanya ini adalah debu-debu kotor yang harus dibersihkan dari  benak  mereka, sehingga makna pemikiran “rizki di tangan Allah SWT.” tersebut benar-benar jernih dan cemerlang.

Hakikat Rezeki Dalam Islam
Mengenai hakikat rizki harus difahami berdasarkan realitas makna lafaz dan syara’nya, baik yang diambil berdasarkan pengertian bahasa maupun syara’. Lafadz  ar-Rizq, dalam bahasa Arab berasal dari  Razaqa-Yarzuqu-Rizq yang berarti: A’tha-Yu’thiI’tha’(pemberian).

Jadi, secara etimologis ar-Rizq berarti pemberian.

Adapun menurut terminologis/istilah,"rizki adalah Apa saja yang bisa dikuasai (diperoleh) oleh makhluk, baik yang bisa dimanfaatkan atau tidak."

Definisi “Apa saja yang bisa dikuasai (diperoleh)”  meliputi semua bentuk rizki;

    Halal & Haram
    Positif & Negatif
    Sehat & Sakit
    Cerdas & Tidak cerdas
    Cantik &  Jelek, dan sebagainya

Semuanya merupakan rizki.

Definisi ini menjelaskan, bahwa rizki berbeda dengan hak milik. Sebab, hak milik selalu memperhatikan cara, yaitu  syar’i atau  ghayr syar’i;

Jika  caranya  syar’i,  maka  hak miliknya halal
Jika ghayr syar’i, maka hak miliknya tidak  halal.

Tetapi, dua-duanya tetap disebut rizki. Definisi ini juga meliputi rizki yang diperoleh secara mutlak, baik tanpa usaha, seperti pemberian, waris, diyat, ataupun karena usaha, seperti bekerja, menjadi broker, atau yang lain, termasuk kerja yang diharamkan, seperti mencuri, merampok dan sebagainya. Semuanya ini bisa mendatangkan rizki meskipun kemudian ada yang halal dan haram.

Mengenai definisi "baik yang bisa dimanfaatkan maupun tidak” meliputi semua  bentuk rizki, baik yang positif maupun yang negatif, sekaligus menafikan rizki yang dianggap hanya sesuatu yang bisa dimanfaatkan saja.

Inilah makna pemikiran mengenai rizki, yaitu apa saja yang diberikan Allah SWT yang diperoleh oleh manusia.

Sekarang kita bicara dalil.
Dalam al-Qur'an, Allah SWT juga dinyatakan sebagai sebab bagi rizki manusia.

Allah SWT. berfirman :

“Dan di langit ada (sebab-sebab) rizki kamu, juga apa saja yang telah dijanjikan kepada kalian. Maka, demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi)  seperti  perkataan  yang  kamu  ucapkan.”  (Q.s. Adh-Dhâriyât; 22-23).

Belum pernah ada satu ayat pun yang menggunakan ta’kîd (penegasan) yang sedemikian kuat melebihi ayat rizki ini.

Pertama, penegasan kebenaran, bahwa rizki di tangan  Allah  (di  langit)  dan sebabnya hanya Allah, dengan menggunakan qasam (sumpah), yaitu Wa Rabbi as-Samâ’i Wa al-Ardh (demi Tuhan langit dan bumi).

Kedua, penegasan dengan menggunakan huruf ta’kîd, yaitu Innahu, yang berarti “sesungguhnya rizki”.

Ketiga, penegasan yang menggunakan huruf lam at-ta’kîd, yaitu Lahaqqun, yang artinya “benar-benar akan terjadi”.

Keempat, penegasan dengan menggunakan huruf ta’kîd, yaitu Innakum, yang artinya “sesungguhnya kamu”.

Kelima, penegasan  dengan menggunakan  lafadz: Tanthiqûn (kamu berbicara) dan bukan yang lain, yaitu antara lafadz: Tanthiqûn dengan Rizq disatukan dalam satu konteks kalimat, yang menunjukkan bahwa antara rizki dengan bicara tersebut mempunyai tempat yang sama, yang sekaligus menunjukkan hubungan antara rizki dengan mulut. Ini artinya, bahwa “Kalian tidak bisa berbicara dengan menggunakan mulut orang lain, selain mulut  kalian sendiri, maka kalian juga tidak bisa memakan rizki orang lain, selain rizki kalian sendiri.”

Karena itu, setiap makhluk yang diberikan kehidupan oleh Allah pasti  telah  Dia tetapkan rizkinya, sebagaimana yang dijelaskan olehAllah SWT.:

“Dan  tidak  ada  satupun  hewan  melata  di  muka  bumi  ini,  kecuali  rizkinya  telah ditetapkan oleh Allah. Dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)” (Q.s. Hûd: 6).

Ayat ini secara tegas memaparkan, bahwa tidak satu pun makhluk yang diberi kehidupan oleh Allah, kemudian dibiarkan hidup tanpa jaminan rizki dari-Nya. Sebab, siapakah yang menjamin rezki manusia? Tentu bukan manusia, sebaliknya Allah. Maka, ketika ada orang tua yang takut keturunannya lahir tanpa  jaminan rizki, kemudian mereka membunuh keturunannya karena takut akan kelaparan, dengan tegas ketakutan tersebut dibantah oleh Allah:

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. ” (Q.s. Al-Isrâ’: 31).

“...Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan juga kepada mereka...”  (Q.s. Al-An’âm: 151).

Melalui ayat ini, Allah SWT. ingin menjelaskan, bahwa rizki itu tidak bisa dihitung dengan angka matematika. Maka, ketika seseorang mempunyai gaji Rp.2,000,000 (dua juta rupiah)  dimakan seorang, akan  berubah  komposisinya ketika masih single, dengan ketika telah menikah, dimana angka di atas sebelumnya dibagi satu, menjadi dua, suami-isteri, dan jika mempunyai satu anak, akan berkurang  lagi menjadi  Rp.  666,000  per orang. Akhirnya muncul ketakutan dan rasa takut, karena jumlahnya berkurang. Akibatnya muncul  rasa  takut  menikah, mempunyai anak dan ketakutan-ketakutan yang lain. Inilah yang dibantah oleh Allah  SWT.  seakan ingin menyatakan: “Bukan kamu yang  menjamin rizki mereka, melainkan Akulah Yang menjamin  rizki mereka, juga rizki kamu.”Inilah yang dijanjikan oleh Allah SWT. Jaminan rizki tersebut telah diberikan  oleh Allah SWT. melalui orang tuanya atau melalui orang lain.

Ayat-ayat dan makna pemikiran rizki di atas memberikan gambaran, bahwa “rizki  di tangan Allah” adalah  pemikiran yang menjadi keyakinan dan wajib dimiliki oleh setiap orang Islam. Karena pemikiran tersebut  memang nyata adanya dan tidak kontradiksi dengan realitasnya. Orang yang mengingkarinya bisa jatuh kepada kekufuran.

Keyakinan mengenai “rizki di tangan Allah” tersebut meliputi keyakinan mengenai segala sesuatu yang diberikan oleh Allah SWT. baik pemberian dalam bentuk materi, maupun non materi; baik berupa gaji ataupun bukan. Karena itu, bisa saja gaji seseorang kecil, tetapi rizkinya besar. Dengan  demikian, rizki  tidak tergantung pada jabatan dan kedudukan, dan tidak tergantung pada akal, ilmu  ataupun yang lain. Karena Allah telah memberikan rizki tersebut secara mutlak kepada siapapun. Tepat sekali  ungkapan penyair yang menyatakan:

Kalaulah rizki tergantung pada akal,
Tentu binatang-binatang telah binasa karena kebodohannya.

Jadi, rizki tersebut semuanya tergantung pada irâdah dan masyî’ah Allah SWT. saja, tetapi bukan berarti menafikan usaha manusia. Sebab, makna pemikiran “rizki di tangan Allah” adalah masalah keyakinan yang wajib dimiliki oleh setiap muslim. Sedangkan masalah usaha agar “rizki di tangan Allah” tersebut sampai kepada manusia, adalah masalah hukum syara’. Dan ini merupakan dua wilayah yang berbeda. Yaitu, wilayah hati dan fisik. Karena itulah, maka usaha untuk memperoleh rizki hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim. Allah SWT. berfirman:

“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah anugerah Allah.” (Q.s  Al Jumu’ah: 10)

Meskipun usaha merupakan kewajiban bagi tiap muslim untuk mendapatkan rizki agar sampai kepadanya, tetapi usaha ini bukanlah sebab yang memastikan datangnya rizki. Usaha hanyalah faktor-faktor kondisional (al-hâlah) yang harus diusahakan agar “rizki di tangan Allah” tersebut datang. Artinya, jika seseorang bekerja, belum tentu mendapatkan rizki. Jika demikian, siapa yang menjadi sebab rizki? Tentu hanya Allah SWT. Firman Allah SWT.:

“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rizki kalian, dan terdapat apa yang telah dijanjikan kepada kalian.” (Q.s. Adh-Dhâriyât: 22).

Sebahagian ulama’ ada yang mengaitkan sebab rizki tersebut dengan tawakkal kepada Allah SWT. Ini artinya, bahwa sebab rizki ini adalah Allah SWT. Karena itu yang menentukan banyak dan sedikitnya rizki adalah keyakinan seseorang kepada Allah sebagai ar-Razzâq (Maha Pemberi Rizki), sebagaimana yang dinyatakan oleh hadits Nabi saw.:

“Jika kalian bertawakkal dengan tawakkal yang sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rizki kepada kalian, sebagaimana Dia telah memberi rizki kepada burung yang berangkat (pagi) dengan perut kosong, dan pulang dengan (perut) kenyang.” (H.r. At-Tirmidzi dan Ahmad).

Jadi, meskipun rizki tersebut ditentukan oleh Allah, dan usaha manusia tidak mempengaruhi besar dan kecilnya rizki, tetapi usaha tetap merupakan faktor yang menentukan halal dan haramnya rizki yang diberikan oleh Allah SWT. Karena itu, mengapa ada perbedaan antara rizki dengan pemilikan rizki. Setiap muslim wajib berusaha mencari rizki dengan usaha yang bisa mengantarkannya pada hasil yang halal. Meskipun hakikat rizki yang halal dan haram tersebut sama-sama dari Allah SWT., tetapi status halal dan haram tersebut adalah manusialah yang menentukan. Yaitu dengan mendapatkan rizki berdasarkan pemilikan yang sahih berdasarkan ketentuan Islam.

Karena itu, manusia akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah karena cara memperolehi rizkinya; apakah bertentangan dengan cara yang telah ditetapkan oleh Allah atau tidak? Demikian halnya pertanggungjawaban atas pemanfaatan rizki yang diberikan kepada manusia; apakah untuk sesuatu yang disyariatkan oleh Allah atau tidak? Sebab, semuanya ini merupakan wilayah aktivitas manusia yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Hanya manusia tidak akan diminta pertanggungjawaban karena sedikit atau banyaknya, atau karena baik dan buruknya, atau karena positif dan negatifnya rizki yang diberikan kepadanya. Sebab, masalah ini merupakan wilayah Allah, dan bukannya wilayah manusia.

Demikian penjelasan mengenai hakikat rezeki dalam Islam semoga dapat menjadi manfaat bagi kita umat Islam. Inilah yanga perlu kita pahami terlebih dahulu sebelum melaksanakan amalan pembuka pintu rezeki menurut Islam.

Wallahu a'lam bishowab

Memahami Hakikat Tawakkal Dalam Islam

Memahami Hakikat Tawakkal Dalam Islam


Pada artikel ini kita akan meninjau kembali pemahaman tawakkal kita. Apakah kita sudah memahaminya seperti yang dipahami oleh generasi pertama dalam Islam, yaitu generasi para sahabat, dan sudahkah kita melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari? Amal ibadah ini pun sebenarnya masuk ke dalam amalan pembuka pintu rezeki. Namun sebelum kita membahas lebih spesifik masalah tersebut, kita akan membahas terlebih dahulu mengenai pengertian tawakkal.



Definisi Tawakkal
Tawakkal berasal dari lafadz Tawakkala, Yatawakkalu, Tawakkulan, yang berarti menjadikan pihak lain sebagai wakîl, atau zat yang mewakili diri seseorang dalam urusan tertentu. Ia adalah lafadz yang diambil dari lafadz wakâlah. Ada juga orang yang menggunakan: Wukkila Amruhû Ilâ Fulân (urusannya diserahkan kepada Fulan). Orang yang diserahi urusan tersebut bisa disebut Wakîl, sedangkan orang yang menyerahkan urusan disebut Muttakil ‘Alayh dan Mutawakkil ‘Alayh, yaitu ketika orang tersebut merasa puas pada pihak yang mewakilinya, mempercayainya, dan tidak mempunyai persepsi bahwa pihak yang mewakilinya itu mempunyai kekurangan. Artinya, orang tersebut mempunyai keyakinan bahwa pihak yang mewakili tersebut tidak mempunyai kelemahan atau kekurangan. Itulah pengertian tawakkal secara etimologis.

Tawakkal ini merupakan ungkapan kalbu kepada al-Wakîl (Zat Yang Maha Kuasa untuk mewakili segala urusan). Atau dengan kata lain, ia merupakan kepasrahan hati secara bulat pada Allah terhadap kemaslahatan yang ingin diraih serta mudarat yang ingin dihindari, baik dalam masalah dunia maupun akhirat. Al-Alûsi mendefinisikan tawakkal sebagai sikap menampakkan kelemahan dan ketergantungan pada yang lain, serta merasa cukup hanya kepada-Nya dalam melakukan aktivitas yang diperlukannya. Karena itu,al-Ghazâli menjelaskan:

“Keadaan orang yang bertawakkal pada Allah adalah seperti keadaan bayi dengan ibunya. Bayi tidak pernah mengetahui yang lain, serta tidak pernah menyerahkan urusannya kecuali pada ibunya. Ibulah orang yang pertama kali dia bayangkan ketika dia membayangkan yang lain. Ini artinya dia tidak bisa berdo’a dan meminta kepada yang lain, selain Allah. Yang pertama kali dimintai pertolongan adalah Allah, karena keyakinannya pada kemuliaan dan kasih sayang-Nya.” (Mukhthshar Ihya Ulumuddin)

Jika kita menyakini, bahwa di balik kekuatan manusia, alam dan kehidupan tersebut ada Zat Yang Maha Kuasa, yang menguasai seluruhnya, yang mampu membantu kita merealisasikan cita-cita kita, maka pemahaman ini akan mampu membangkitkan keyakinannya dalam merealisasikan seluruh cita-cita. Dengan pemahaman seperti ini, seseorang akhirnya merasa  tidak terbatas, karena dia berkeyakinan bahwa ada kekuatan di luar dirinya yang bisa membantunya untuk mencapai apa yang ingin diraihnya.

Inilah konsepsi tawakkal yang telah difahami dengan benar oleh kaum muslimin generasi pertama. Mereka memahami konsep tersebut dengan pemahaman yang benar, sehingga mampu melakukan tuntunan tawakkal tersebut dengan benar. Mereka akhirnya mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan besar dan memecahkan berbagai masalah yang sangat sulit. Berbeda dengan kaum muslimin saat ini, terutama setelah  budaya materialistik dan hedonistik berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat, sehingga mereka menjadi pragmatis. Tidak mengenal dan memahami konsep berserah diri kepada Allah dan pemahamannya menjadi lemah. Mereka jauh dari pemahaman yang benar mengenai konsep berserah diri, sehingga keyakinan tawakkal mereka ibarat ungkapan kosong yang tidak berarti. Karena tidak berarti maka sulit untuk menerapkannya dalam aktivitas sehari-hari.

Orang yang tidak beriman pada Allah SWT dan tidak punya konsep tawakkal saja bisa mempercayai, bahwa ada kekuatan di luar dirinya yang sering mereka sebut sebagai kekuatan alam, yang bisa membantu mereka, sehingga mereka mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan besar. Ketika mereka bisa mencapai hal-hal besar yang hampir mustahil, mereka sering menyebutnya sebagai miracle (mukjizat).

Lalu mengapa umat Islam yang mempunyai keyakinan kepada Allah banyak yang tidak seperti mereka? Padahal orang atheis yang tidak percaya pada Tuhan, dan tidak punya konsep tawakkal bisa melakukan seperti itu? Maka, masalahnya adalah karena mafhûm tawakkal umat ini memang sangat lemah. Karena itu, pemikiran mengenai tawakkal ini merupakan pemikiran yang perlu diluruskan.

Pemikiran Keliru Tentang Tawakkal
Pemikiran keliru yang pertama tentang tawakkal adalah "bahwa dengan tawakkal maka kita tidak perlu lagi berikhtiar. Atau berikhtiar ala kadarnya. Pemikiran seperti ini banyak sekali di benak masyarakat Islam."

Barangkali banyak yang terpengaruh dengan sebuah hadis yaitu “mengikat unta” yang disalahtafsirkan. Hadits ini justru difahami bahwa dengan tawakkal seseorang tidak perlu lagi melakukan hukum kausalitas atau tidak menjadikan hukum sebab-akibat sebagai bagian dari tawakkal sebagai sesuatu yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Hadits tersebut dipahami sebagai pembenaran bahwa setelah bertawakkal seseorang tidak perlu lagi berikhtiar.

Padahal yang benar adalah sebaliknya, ikhtiar dengan tawakkal harus berjalan ber-iringan. Jadi tidak benar kalau kita menggantungkan atau menyerahkan urusan kita kepada Allah, lalu kita bisa bersantai-santai atau berharap Allah akan menyelesaikannya untuk kita tanpa ada usaha dari pihak kita.

Tawakkal kepada Allah SWT. telah dinyatakan dengan tegas oleh nash al-Qur’an yang qath’i. Allah SWT berfirman:

“Jika kamu ditolong oleh Allah, maka tidak akan ada yang mampu mengalahkan dan menghinakan kamu. Maka, siapakah yang dapat menolong kamu setelah (pertolongan) Allah? Dan kepada Allahlah orang-orang yang beriman hendaknya bertawakkal.” (Q.s. Ali Imrân: 160).

“Dan jika kamu mempunyai azam, maka bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal.”  (Q.s Al-Imrân:159).

“Katakanlah (Muhammad): ‘Kami tidak akan ditimpa musibah, kecuali apa yang telah Allah tetapkan kepada kami. Dialah Zat Yang menjadi Pelindung kami. Dan kepada Allah-lah orang-orang beriman hendaknya bertawakkal”.  (Q.s. Taubah: 51).

“Allah (adalah Tuhan), tiada Zat yang berhak disembah kecuali Dia, kepada Allah-lah orang-orang beriman hendaknya bertawakkal.”  (Q.s.  At-Taghâbun: l3).

Itu semua merupakan ayat-ayat yang secara tegas menjelaskan, bahwa melakukan tawakkal kepada Allah itu wajib. Semuanya disertai dengan indikasi yang tegas, yaitu adanya pujian Allah kepada orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya, sebagai orang-orang yang Dia cintai. Disamping dalil-dalil di atas, juga ada dalil-dalil dari hadits yang mewajibkan kaum muslimin melakukan tawakkal kepada Allah, antara lain:

“Akan masuk surga dari kalangan umatku tujuh puluh ribu kelompok tanpa dihisab. Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah mencuri, menjadi peramal, memuji dirinya dan orang-orang yang bertawakkal kepada Tuhannya.”
(H.R. Bukhâri dari Ibn Abbâs).

“Jika kamu bertawakkal kepada Allah dengan tawakkal yang sebenar-benarnya, niscaya Dia akan memberikan rizki kepada kamu sama seperti memberikannya kepada burung yang berangkat pagi dengan perut kosong kembali dengan kenyang.”
(H.R. At-Tirmidzi dan Ahmad).

Dengan adanya dalil-dalil di atas, seorang muslim tidak boleh ragu dalam bertawakkal kepada Allah SWT. Apabila ada orang yang tidak mau melakukannya berarti tidak mau menjalankan perintah Allah dan akan jatuh kepada dosa. Apalagi dalam perintah tawakkal kepada Allah tidak ada pengecualian, ia diperintahkan secara mutlak, sehingga setiap muslim wajib bertawakkal kepada-Nya tanpa terkecuali. Adapun hadits Nabi SAW. yang menyatakan:

“Ikatlah untamu, dan bertawakkallah (kepada Allah). . (HR Ibnu Hiban)

Hadits tersebut adalah hadits yang membahas kewajiban melakukan hukum sebab-akibat bersama-sama dengan kewajiban bertawakkal kepada Allah SWT. Isi yang lebih panjang mengenai hadits tersebut adalah berikut :

Badui bertanya,“Apakah unta itu dibiarkan saja depan pintu seraya bertawakkal kepada Allah? Ataukah harus diikat  dahulu supaya tidak hilang?” Beliau saw. menjawab: “Ikatlah dan bertawakkal (kepada Allah)."  (HR Ibnu Hiban)

Jadi, hadits di atas justru mengajarkan kepada orang Badui ini agar melakukan hukum sebab-akibat disamping bertawakkal kepada Allah SWT. Dengan kata lain, tidak cukup hanya bertawakkal kepada  Allah saja, sedangkan hukum sebab-akibatnya ditinggalkan. Adapun hukum sebab-akibat yang disebutkan dalam hadits tersebut adalah “mengikat unta supaya tidak hilang”. Jika unta tadi tidak diikat pasti akan lari dan  hilang. Inilah pelajaran yang dikehendaki oleh Nabi saw. kepada orang Badui tersebut.

 Pemikiran keliru yang kedua tentang tawakkal adalah,"Ikhtiar dulu, tawakkal belakangan."

Masih ada satu masalah yang banyak diperdebatkan oleh kaum muslimin; apakah tawakkal kepada Allah SWT dilakukan sebelum melakukan ikhtiar atau sebaliknya? Ada sebagian orang yang menggunakan hadits “Mengikat unta dan tawakkal” tersebut sebagai dalil untuk bekerja dahulu baru kemudian bertawakkal. Mereka melihat urutan dalam hadits tersebut, yaitu “Ikat dahulu dan bertawakkallah.” dimana pernyataan Nabi: “ikat dahulu” adalah wujud sebuah ikhtiar, sedangkan “bertawakkallah” adalah wujud sikap tawakkal kepada Allah SWT. Maka, hadits tersebut kemudian banyak difahami : ikhtiarlah dahulu lalu menyusul tawakkal.

Pemahaman seperti itu perlu dikoreksi kembali.

Pertama, tema pembahasan hadits tersebut adalah tentang pembahasan yang berkaitan dengan kewajiban melakukan hukum sebab-akibat, bukan kewajiban bertawakkal.

Sementara jika ada nash  tertentu yang menjelaskan tema pembahasan tertentu berdasarkan sebab wurûd atau sebab nuzûl-nya, maka nash tersebut tidak bisa digunakan untuk menjelaskan makna lain, selain tema pembahasan tersebut.

Kedua, huruf waw dalam lafadz I`qilha wa tawakkal (ikatlah dan berserahdirilah) yang dianggap sebagai waw tartîb (yang menunjukkan urutan perintah) sesungguhnya bukan merupakan huruf waw tartîb, sehingga tidak bisa diartikan “ikhtiar dahulu, baru kemudian bertawakkal”.

Ketiga, jika hadits diatas diartikan seperti yang banyak diasumsikan orang, yaitu ikhtiar dahulu kemudian bertawakkal, maka pengertian tersebut pasti bertentangan dengan ayat al-Qur’an, yang secara qath’i menerangkan:

“Apabila kamu mempunyai azam, maka bertawakkallah kepada Allah.”  (Q.S. Ali Imrân: 159).

Dari ayat tersebut didapati bahwa Allah secara tegas menerangkan, bahwa “azam’, “tawakkal” dan “ikhtiar” itu dilakukan secara bersama-sama. “Azam” dan “tawakkal” keduanya merupakan perbuatan hati, sementara “ikhtiar” adalah perbuatan fisik.”

Dengan demikian cara melakukan tawakkal yang sesuai dalil adalah dengan : azam, tawakkal dan ikhtiar secara berbarengan. Jika kita sudah memiliki azam, maka selanjutnya kita bertawakal kepada Allah. Maka dari itu tawakkal selalu menyertai ikhtiar kita di awal ikhtiar, di tengah ikhtiar sampai akhir dari ikhtiar kita. Sambil kita berikhtiar fisik, batin kita senantiasa bertawakal kepada-Nya. Karena ikhtiar itu aktivitas lahiriyah, sementara tawakkal itu aktivitas batiniyah. Keduanya berjalan secara berbarengan satu sama lain.

Dengan pemahaman seperti ini, maka umat Islam akan kuat dalam meraih cita-cita yang ingin dicapainya. Dan semakin tenang hatinya karena ia menyerahkan urusan kepada Zat yang sebaik-baik diserahi urusan. Demikian pembahasan masalah tawakal ini. Mengenai pembahasan tawakkal dengan rezeki secara spesifik insyaAllah akan dipaparkan pada lain kesempatan.

Wallahu a'lam bishowab

Istighfar : Solusi Segala Masalah

Istighfar : Solusi Segala Masalah


Pada artikel sebelumnya "ayat seribu (1000) dinar" telah jelas bahwa yang dimaksud dengan ayat-ayat seribu dinar adalah tentang taqwa kepada Allah. Maka pada artikel ini akan dibahas mengenai bagaimana cara mengamalkan ayat ini agar hidup kita berlimpah rezeki yang halal dan berkah sebagai pemberian dari Allah SWT.


Istighfar : Solusi Segala Masalah
Amal ibadah pertama yang akan kita bahas adalah istighfar. Amalan ini disebut dalam al-Qur'an sebagai salah satu sifat dari hamba Allah yang bertaqwa (QS Ali 'Imran : 133 - 135). Selain sebagai salah satu karakteristik dari orang bertaqwa, amalan ini sungguh istimewa. Dalil-dalil yang membahas mengenai istighfar menyebutkan betapa ia dapat menjadi solusi segala masalah. Artinya masalah apapun yang kita hadapi dan kita merasa berat menjalaninya dapat diatasi dengan satu solusi, yaitu istighfar. Adapun dasarnya adalah dari dalil-dalil berikut ini :

Rasulullah SAW bersabda,

"Barangsiapa yang memperbanyak istighfar, niscaya Allah akan melapangkan setiap kesusahannya, memberi jalan keluar pada setiap kesukarannya, dan memberinya rezeki tanpa diduga-duga."
(HR. Abu Dawud dan Nasa'i)

Suatu hari Rasulullah SAW tengah berkumpul bersama sejumlah sahabatnya di masjid. Kemudian masuklah empat orang lelaki. Setiap dari mereka datang membawa masalah yang ingin disampaikan kepada Rasulullah SAW. Orang pertama mengeluh karena di daerahnya sudah lama tidak turun hujan. Rasulullah SAW menasehatinya,"Beristighfarlah". Orang kedua mengeluh karena sudah lama menikah tapi belum dikaruniai keturunan. Rasulullah SAW bersabda,"Beristighfarlah". Orang ketiga mengeluhkan kesulitan ekonominya. Rasulullah SAW lalu berkata,"Beristighfarlah". Orang keempat mengeluhkan tanah pertaniannya yang sudah tidak subur lagi. Lagi-lagi beliau SAW bersabda,"Beristighfarlah". Abu Hurairah yang saat itu ada bersama mereka terheran-heran, kemudian ia bertanya kepada Nabi,"Ya Rasulullah, mengapa masalah yang berbeda-beda tetapi penawarnya hanya satu?" Rasulullah SAW kemudian membaca surat Nuh 10 - 12 :
 "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai- sungai”.
(HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Dua hadis diatas cukuplah menjadi bukti yang menunjukkan bahwasanya istighfar adalah amalan yang sangat manjur untuk mengangkat setiap masalah dan segala kesulitan hidup. Berikutnya kita akan membahas keistimewaan amalan istighfar yang berkaitan dengan rezeki.

Istighfar akan memudahkan dan melapangkan rezeki.
Mengenai hal ini telah jelas disebutkan dalam al-Qur'an :

"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai- sungai”. [QS 71 : 10-12]

Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengatakan,"Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepada-Nya dan kalian senantiasa menaati-Nya, niscaya Dia akan membanyakkan rezeki kalian, menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kalian, melimpahkan air susu perahan hewan ternak untuk kalian, membanyakkan harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang didalamnya terdapat bermacam buah-buahan untuk kalian, serta mengalirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun itu (untuk kalian)."

Selain dalil dari al-Qur'an terdapat pula dalil yang bersumber dari Hadis. Diantara dalil-dalil yang bersumber dari Hadis adalah dalil berikut :

"Barangsiapa yang memperbanyak istighfar, niscaya Allah akan melapangkan setiap kesusahannya, memberi jalan keluar pada setiap kesukarannya, dan memberinya rezeki tanpa diduga-duga."
(HR. Abu Dawud dan Nasa'i)

"Barangsiapa yang merasa rezekinya lambat atau tersendat-sendat, maka hendaknya Ia beristighfar kepada Allah."
(HR. Baihaqi dan Ar-Rabi'i)

Agar Istighfar Membuka Pintu Rezeki
Sebenarnya bagaimana cara beristighfar yang harus kita lakukan agar ia dapat membuahkan hasil : memudahkan rezeki dan membukakan jalan keluar setiap masalah dan kesulitan?

Jika kita menilik lagi kepada sabda Rasulullah SAW :

"Barangsiapa yang memperbanyak istighfar, niscaya Allah akan melapangkan setiap kesusahannya, memberi jalan keluar pada setiap kesukarannya, dan memberinya rezeki tanpa diduga-duga."
(HR. Abu Dawud dan Nasa'i)

Maka kita akan mendapati ada kata kunci yang tersurat disana, yaitu kata "memperbanyak" atau dalam lafadz bahasa arab : "aktsara". Dalam riwayat lain disebutkan lafadz "lazima" atau melazimkan atau membiasakan. Jadi kuncinya ada pada memperbanyak, melazimkan, atau membiasakan istighfar. Maka dari itu Allah akan melapangkan setiap kesusahan, membukakan jalan keluar dan memberi kita rezeki yang tak terduga dengan jalan membiasakan istighfar.

Kata "memperbanyak" dan "membiasakan" berarti bukanlah jenis pekerjaan yang bisa membuahkan hasil dengan hanya sekali dua kali kerja. Ia adalah jenis pekerjaan yang baru dapat membuahkan hasil dengan cara dilakukan terus menerus, kontinu dan berkesinambungan. Oleh karena itu jika kita melakukan hanya sekali dua kali atau jika kita tidak berkesinambungan atau kumat-kumatan, sehari beristighfar besoknya ditinggalkan lalu besoknya lagi diamalkan lagi maka bisa jadi Allah menunda pertolongan-Nya, karena kita juga seenaknya sendiri dalam mengamalkannya. Untuk itu dibutuhkan tools lainnya sebagai penunjang keberhasilan istighfar kita, tools itu adalah keyakinan yang kuat, keikhlasan, kesungguhan, dan kesabaran. Kalau kita tidak yakin, maka kita pun juga tidak akan bersungguh-sungguh dalam menjalaninya, jika kita tidak bersungguh-sungguh maka sulit untuk ikhlas, jika kita tidak ikhlas maka kita tidak akan sabar, apabila kita tidak sabar, sudah barang tentu kita tidak akan sanggup membiasakan istighfar, dan sudah tentu Allah akan menunda pertolongan-Nya sampai kita bisa "memperbanyak" atau bisa "membiasakan".

Dalam hal pembiasaan istighfar ini sebenarnya sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dimana dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim didapati bahwasanya Rasulullah SAW setiap hari tidak pernah lupa beristighfar, dan dalam 1 hari beliau bisa beristighfar tidak kurang dari 70 kali, bahkan dalam suatu riwayat bisa sampai 100 kali.

Dalam hal ini ada salah seorang sahabat yang menghitung Rasulullah SAW mengucapkan lafadz "Robbighfirli watub 'alayya.." (Ya Allah ampunilah aku dan aku bertaubat kepada Mu..) lebih dari 70 kali.

Cara beristighfar kepada Allah
Ada baiknya kita mendengarkan pendapat dari Imam Al-Ghazali dalam perkara ini. Imam Ghazali berkata,"Menurutku istighfar di lisan saja adalah merupakan kebaikan, karena gerakan lisan yang beristighfar masih lebih baik daripada seseorang yang gahibah atau berkata-kata yang tiada manfaatnya, ia juga lebih baik daripada lisannya diam. Namun ia akan kurang nilainya jika dibandingkan dengan amal hati."

Imam Ghazali juga berkata,"Yang termasuk taubatnya pendusta adalah istighfar yang hanya di lisan saja tetapi hatinya tidak ikut serta. Karena hatinya tidak berniat untuk memohon ampun."

Dalam hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :

"Sesungguhnya doa yang paling utama adalah doa yang keluar dari hati yang bersungguh-sungguh dan tekun. Itulah doa yang didengar dan diijabah, walaupun doanya sedikit."
(HR. Al-Hakim)

Oleh karena itu saat kita beristighfar, kita tidak hanya melakukan dengan lisan semata, namun hati dan perbuatan kita juga kita ikut sertakan. Saat lisan kita memohon ampun kepada Allah dengan lafadz-lafadz istighfar yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, hati kita menerjemahkan apa yang kita baca dan meresapi dengan sungguh-sungguh. Buat hati kita menyesali perbuatan dosa kita, dan adakan niat untuk berhenti dari dosa, lalu kita ganti dengan perbuatan-perbuatan yang mendatangkan keridhoan Allah.

Istighfar yang dilakukan dengan hati, lisan dan perbuatan inilah yang paling baik. Maka dari itu hal inilah yang perlu kita lakukan untuk mendapatkan pertolongan dari Allah.

Mereka yang sudah mendapatkan pertolongan Allah dengan Istighfar.
Dalam buku "At-Tadawi bil istighfar" halaman 52 Karya Hasan bin Ahmad Hammam, dikisahkan bahwa dengan istighfar dagangan akan menjadi laris.
Dalam kitab tersebut diceritakan "Seorang lelaki pergi ke pasar untuk menjual dagangannya. Waktu itu pasar penuh sesak dengan penjual dan pembeli. Dia duduk di tempat yang disiapkan untuk jualan dan menjajakan dagangannya. Waktu berlangsung lama tapi tak seorangpun tertarik dengan dagangannya. Orang-orang hanya melihat lalu pergi. Dia sangat membutuhkan uang sehingga mau tidak mau harus menjual barang dagangannya. Waktu sudah berjalan cukup lama namun tak seorangpun membeli dagangannya.

Dia merasa sempit dan berfikir keras apa yang arus dilakukan. Seketika dia ingat sebuah Hadis (Hadis keutamaan istighfar) yang pernah didengarnya dari imam masjid. Maka diapun mulai beristighfar dan terus beristighfar.

Dia bercerita, "Demi Allah, tatkala saya mulai beristighfar orang-orang mulai datang, yang ini ingin membeli yang lain juga ingin membeli, yang lain lagi menaikkan tawaran lebih tinggi, mereka berebut untuk membeli dagangan saya.

Aku pulang dengan membawa banyak uang, sementara air mataku menetes karena selama ini telah melalaikan barang yang sangat berharga. yakni istighfar maka lidahku tak henti-hentinya memuji alhamdu lillahi Rabbil Alaimin".

Diceritakan, seorang pria mendatangi Imam masjid Nabawi di kota Madinah, Arab Saudi. Pria tersebut menyampaikan keluhan kepada imam masjid bahwa ia telah beberapa tahun menikah namun belum juga dikaruniai keturunan oleh Allah SWT. Berbagai terapi medis telah dijalani bersama sang isteri, akan tetapi semua ikhtiar tersebut belum membuahkan hasil. Pria tersebut mengharapkan agar sang imam berkenan untuk mendoakannya agar Allah berkenan untuk mengkaruniai keturunan.

Sang imam pun bersedia untuk mendoakan pria tersebut. Namun imam juga meminta agar pria tersebut juga tetap berdoa serta rajin membaca istighfar. Pria itu pun menuruti nasehat sang imam. Kemudian pria tersebut semakin rajin berdoa dan membaca istighfar. Selang beberapa waktu pria tadi datang kembali menemui sang imam dengan wajah berseri-seri, ia menyampaikan terima kasih karena akhirnya isterinya telah positif hamil.

Suatu waktu, kemarau panjang menerpa negeri muslimin. Amirul mukminin, Umar bin al-Khattab tak mau tinggal diam. Beliau berinisiatif memohonkan hujan. Akan tetapi, bukannya salat istisqa’ seperti yang direncanakan Umar pada awalnya melainkan beliau seorang diri hanya melafalkan kalimat-kalimat istighfar.
Namun ternyata Istighfar Umar bukan sembarang istighfar. Tapi istighfar yang penuh ijabah. Benar saja, tak lama kemudian, hujan deras membasahi tanah muslimin. Seseorang yang keheranan langsung bertanya, “Bagaimana bisa Anda memohon hujan hanya dengan membacakan istighfar?”. Dengan enteng, Umar ra berujar, “Aku memohon hujan dengan kunci-kunci langit.

Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, jika beliau sedang mendapat masalah yang cukup berat, solusinya adalah dengan memperbanyak istighfar. "Jika masalah yang saya hadapi mengalami kebuntuan (sulit menemukan solusinya), saya beristighfar kepada Allah sebanyak seribu kali. Allah pun memberi saya jalan keluarnya." Itulah pengakuan dari seorang ulama besar yang menjadi guru dari Ibnu Qayyim al-Jauziyah.

Demikianlah bab istighfar sebagai amalan pembuka rezeki. Insya Allah pada postingan berikutnya masih akan membahas seputar amal-amal yang akan memudahkan datangnya rezeki yang halal dan berkah.

Wallahu a'lam bishowab

Cara Mengamalkan Ayat Seribu (1000) Dinar

Cara Mengamalkan Ayat Seribu (1000) Dinar


Ayat Ath-Thalaq : 2-3 atau yang dikenal oleh sebagian umat Islam sebagai ayat 1000 dinar memang terkandung pelajaran mengenai pentingnya takwa kepada Allah. Dimana dalam ayat tersebut tertera janji Allah bahwasanya Allah akan memberikan jalan keluar dari setiap cobaan, dan janji bahwasanya Allah akan memberikan rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka, kesemuanya itu ditujukan bagi mereka yang bertakwa kepada Allah.

Ayat seribu dinar secara tersurat memang secara terang-terangan menceritakan tentang keterkaitan antara rezeki dan pertolongan Allah dengan takwa. Isi ayat Ath-Thalaq : 2-3 adalah sebagai berikut :




"...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS Ath-Thalaq : 2-3)

Dan diantara sebagian umat Islam tidak sedikit yang menggunakan ayat ini sebagai wasilah untuk membuka atau menarik rezeki dari segala penjuru. Caranya dengan membaca ayat 1000 dinar dengan jumlah bilangan tertentu pada waktu tertentu. Untuk hal yang satu ini ada beberapa ulama yang memberikan cara pengamalan ayat Ath-Thalaq : 2-3 yang biasanya bertujuan untuk memudahkan datangnya rezeki.

Namun oleh karena datangnya cara pengamalan ayat seribu dinar ini dengan cara membaca hingga bilangan tertentu memang tidak pernah diajarkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW, maka hal ini menjadi kontroversi di kalangan umat Islam. Ada beberapa ulama yang mengatakan amalan ayat seribu dinar tersebut adalah bid'ah menurut pemahaman mereka, namun ada beberapa ulama yang membolehkan cara pengamalan tersebut. Perbedaan pandangan ini dikarenakan adanya perbedaan pemahaman mengenai definisi bid'ah itu sendiri.

Kami sendiri tidak tertarik untuk ikut dalam perdebatan tersebut.

Namun kami sendiri berpendapat cara untuk mendapatkan pertolongan Allah dan memperoleh karunia Allah berupa datangnya rezeki yang tiada disangka-sangka adalah dengan mengamalkan kandungan ayat Ath-Thalaq 2-3 (ayat seribu dinar) atau dengan bertakwa kepada Allah dengan sekuat-kuatnya dan sebaik-baiknya. Cara ini telah kami paparkan pada postingan kami yang berjudul : ayat 1000 dinar

Mengenai cara yang berada pada postingan tersebut kami telah membuktikan sendiri, bahwa Allah sering memberi kami pertolongan ketika kami memiliki hajat atau ketika kami sedang diberi cobaan. Dan seringkali datangnya pertolongan memang sesuai dengan ayat Ath-Thalaq : 3. Yaitu datangnya tiada disangka-sangka atau dari arah yang kami sendiri tidak pernah terpikir sebelumnya.

Adapun mengenai cara pengamalan ayat 1000 dinar sebagai amalan pembuka pintu rezeki dengan cara membaca ayat tersebut berulang-ulang hingga jumlah bilangan tertentu seperti yang diajarkan oleh beberapa ulama, kami sendiri belum pernah mengamalkannya. Akan tetapi untuk sekedar berbagi informasi kami akan menuliskan disini beberapa cara pengamalan yang kami temukan dari berbagai sumber, jika ada sebagian umat Islam yang ingin mengamalkannya maka hal tersebut kami kembalikan kepada mereka sesuai pemahaman mereka terhadap bid'ah.

Cara Mengamalkan Ayat Seribu Dinar

Cara Pertama.

Bacalah surat Al-Fatihah pada malam pertama dari tiap-tiap bulan kalender Hijriyah (bukan bulan kalender Masehi) sebanyak 1000 kali dan ayat berikut ini :

قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا أَنزِلْ عَلَيْنَا مَآئِدَةً مِّنَ السَّمَاء تَكُونُ لَنَا عِيداً لِّأَوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَآيَةً مِّنكَ وَارْزُقْنَا وَأَنتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ 

"Isa putera Maryam berdoa: "Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rzekilah kami, dan Engkaulah pemberi rezki Yang Paling Utama." (QS Al-Maidah : 114)




dan juga ayat

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا


وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا



"...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS Ath-Thalaq : 2-3)

Masing-masing ayat diatas dibaca sebanyak 21 kali, lalu bacalah asma Allah berikut ini sebanyak 10 kali :

Allaahumma innii as-aluka bismika, yaa razzaaqu yaa fattaahu yaa wahhaabu yaa ghaniyyu yaa mughniyyu yaa baasith.

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Mu dengan nama Mu, wahai Yang memberi rezeki, wahai Yang membuka, wahai yang memberi karunia, wahai Yang Maha Kaya, wahai Yang mencukupi, wahai Yang membentangkan".

Kemudian berdoalah kepada Allah sesuai dengan hajatnya.

(Cara diatas kami dapatkan dari buku "Doa-Doa Kunci Rezeki" karangan Ustadz Yusuf Mansur & Amir Kumadin, S.Ag) pada bab "Cara Mendatangkan Rezeki yang Surprise" Dalam bab tersebut Ustad Yusuf Mansur memaparkan ada 5 cara mendatangkan rezeki yang surprise, dan salah satunya adalah dengan cara diatas.

Cara Kedua.

Sahabat Ibnu Abbas ra. pernah berkata,"Siapa yang membaca ayat-ayat ini (Ath-Thalaq : 2-3) di hadapan penguasa penguasa yang ia takuti kezhalimannya, atau ketika terjadi ombak yang ia takut tenggelam, atau ketika berhadapan dengan binatang buas, maka hal itu tidak akan membahayakan sedikitpun"

(Disebutkan As-Suyuthi dalam Kitab Durrul Mantsur)

Disini dijelaskan bahwa ayat Ath-thalaq bisa digunakan sebagai wasilah untuk mendapat pertolongan Allah saat menghadapi penguasa zholim, atau ketika kita sedang dalam marabahaya.

Cara ketiga.

Membaca ayat At-Thalaq 2-3 sebanyak 1000 kali dalam sehari. Caranya dapat mendawamkan bacaan 1000 kali dalam sekali duduk, atau membaca seusai sholat fardhu 200 kali, jadi dalam 1 hari total jumlah bacaan adalah 1000 kali. Baca dengan ikhlas sambil meresapi maknanya. Setelah itu berdoa kepada Allah sesuai apa yang menjadi hajatnya.

Cara ini lazim diamalkan oleh sebagian mereka yang mengamalkan ayat 1000 dinar. Dari para praktisi spiritual biasanya menerangkan ayat-ayat Al-Qur'an mengandung energi positif yang sangat dahsyat. Sehingga membaca ayat secara berulang-ulang akan mengakumulasikan energi positif bagi mereka yang membacanya.

Dan ternyata ada yang pernah mencoba cara ini dan sharing pengalamannya di blog pribadinya. Lebih lengkapnya dapat mengunjungi link berikut : tirtaamijaya.com
---------

Demikian beberapa cara mengamalkan amalan pembuka rezeki ayat seribu dinar yang dapat kami kumpulkan. Adapun jikalau ada yang bertanya kepada kami cara apakah yang paling ampuh dalam mengamalkan ayat seribu dinar, maka kami akan menjawab dengan dalil hadis dan berdasarkan pengalaman kami sendiri bahwa cara yang kami ikuti dalam mengamalkan ayat 1000 dinar adalah dengan berusaha bertakwa kepada Allah sebaik mungkin. Cara tersebut bisa dibaca pada link berikut : ayat 1000 dinar.

Sedangkan yang ingin mencoba mengamalkan dengan cara-cara diatas maka kami kembalikan kepada pribadi masing-masing. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan kemudahan dan keberkahan hidup kepada kita semua.

Selain amalan ayat al-Qur'an mungkin ada baiknya juga untuk membaca pendapat ulama tentang doa yang diperhatikan oleh Allah yang bisa dibaca pada link berikut : Kunci Terkabulnya Doa. Harapannya semoga Allah mengabulkan apa yang menjadi hajat kita dengan pertolongan langsung dari-Nya semata.


Wallahu a'lam bishowab

Ayat Seribu (1000) Dinar

Ayat Seribu (1000) Dinar


Pernah dengar istilah ayat 1000 dinar?
Sebenarnya bukan istilah baru sih, sudah ada dari zaman dulu. Istilah ini muncul setelah zaman Nabi Muhammad SAW. Tidak jelas juga siapa yang menamai ayat ini dengan nama ayat 1000 dinar, anda yang baru pertama kali mendengar istilah ini pun tentu akan bertanya-tanya :

-Memangnya ada dalam Al-Qur'an ayat seribu dinar itu?
-Dimana ayat itu berada?
-Apa keistimewaan ayat tersebut?
-Ini ayat kalo dibaca, kita bisa dapet 1000 dinar ya?
-Bagaimana cara mengamalkannya?

Adapun penamaan ayat ini dengan sebutan ayat seribu dinar nampaknya berkaitan dengan masalah kerezekian. Dan ternyata memang isi dari ayat Al-Qur'an ini berkaitan dengan rezeki dan solusi dari berbagai problematika hidup. Ayat tersebut adalah QS Ath-Thalaq 2-3.



"...Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar."(Ayat 2)

" Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya..." (Ayat 3)

"...Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya." (Ayat 3)

"Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya." (Ayat 5)

Sekilas saja ketika kita membacanya kita sudah mendapati bahwa ayat ini secara tersurat membahas mengenai keterkaitan antara perihal taqwa dengan masalah rezeki, kemudahan berbagai urusan, jalan keluar dari setiap masalah, serta janji akan penghapusan dosa dan ganjaran pahala yang besar. Nah menarik sekali mengetahui bahwa Allah secara terang-terangan menjelaskan kepada para hamba-Nya bahwa jika saja kita mau bertaqwa kepada Allah maka rezeki akan dicurahkan dari arah yang tak tertebak, kalau kita menghadapi masalah berat dan rasa-rasanya udah buntu dan stuck, maka Allah akan buka jalan keluarnya. Keren nggak?

Sedikit membahas lebih jauh ayat ini, bolehlah kami sedikit membahas lebih jauh mengenai QS Ath Thalaq 2-5.

Tafsir Ayat 1000 Dinar
Secara umum ayat at Thalaq 2 - 5 menjelaskan tentang betapa istimewanya perihal taqwa itu. Barangsiapa yang berusaha dan menjaga sungguh-sungguh taqwa dalam dirinya maka Allah akan memberikan keutamaan dan keberuntungan. Setidaknya ada empat (4) reward atau hadiah dari Allah yang ditujukan khusus mereka yang berani dan istiqomah dalam taqwa. Empat (4) hal tersebut adalah :
Allah akan menjadikan jalan keluar untuk semua urusan yang sulit bagi hamba-Nya.
"...Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan bagi nya jalan keluar."(Ath-Thalaq : 2)

Ibnu Abbas berkata,"Artinya Allah akan menyelamatkannya dari setiap kesusahan di dunia dan akhirat.". Rubai' bin Haitsam berkata,"Allah akan menjadikan jalan keluar untuknya dari segala sesuatu yang membuatnya merasa sempit."

Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengatakan,"Yaitu barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, maka Allah akan memberikan jalan keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas sama sekali sebelumnya."
Memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka :
"Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya...." (Ath-Thalaq : 3)

Ibnu Mas'ud berkata,"Maksudnya memberi rezeki dari arah yang tidak diketahuinya dan tidak terbesit dalam pikiran sebelumnya". Qatadah berkata,"Memberinya rezeki sekiranya ia tidak mengharap dan mengangankannya."
Memudahkan urusannya
"....Dan barangsiapa yang bertwakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya." (Ath-Thalaq : 3)

'Atha berkata,"Artinya Allah akan memudahkan untuknya problematika kehidupan di dunia dan di akhirat."
Menghapus kesalahan dan membesarkan pahala untuknya
"....Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya." (Ath-Thalaq : 5)

Ibnu Katsir berkata,"Artinya Allah akan menghilangkan apa yang ditakutinya dan memperbesar pahala untuknya atas amalnya yang sedikit."

Asbabun Nuzul QS Ath Tholaq 2-3
Terdapat beberapa riwayat yang menyebutkan tentang asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat) ayat seribu dinar ini. Diantaranya adalah :
Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa ayat 3 surat Ath-Tholaq ini turun berkenaan dengan seorang suku Asyja' yang fakir, cekatan dan banyak anak. Ia menghadap Rasulullah SAW dan meminta bantuan beliau (tentang anaknya yang ditawan oleh musuh dan tentang penderitaan hidupnya). Rasulullah SAW bersabda,"Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah" Tidak lama kemudian datanglah anaknya yang ditawan itu sambil membawa seekor kambing (hasil rampasan dari musuh sewaktu melarikan diri). Hal ini segera dilaporkan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW kemudian bersabda,"Makanlah kambing itu"
(HR Al Hakim dan Jabir)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Auf bin Malik al Asyja'i menghadap kepada Rasulullah SAW dan berkata,"Anakku ditawan musuh, dan ibunya sangat gelisah. Apa yang akan engkau perintahkan kepadaku wahai Rasulullah?" Rasulullah SAW. bersabda,"Aku perintahkan agar engkau dan isterimu memperbanyak mengucapkan ; Laa haula walaa quwwata ilaa billah". Lalu kemudian berkata isterinya,"Alangkah baiknya apa yang diperintahkan Rasul kepadamu." Lalu pasangan suami isteri tersebut memperbanyak bacaan itu. Di waktu musuh sedang lalai, anaknya yang ditawan itu berhasil kabur sambil membawa pulang kambing musuhnya ke rumah bapaknya.
(HR Ibnu Mardawaih dan Al Khatib yang bersumber dari Ibnu Abbas)

Dari keterangan asbabun nuzul ayat diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa :
1. Allah akan memberi jalan keluar bagi hamba Nya yang bertaqwa kepada Nya.
2. Allah akan memberi pertolongan dan memudahkan urusan orang yang bertaqwa.
3. Allah akan mengabulkan hajat keperluan orang yang bertaqwa.
4. Allah akan memberikan rezeki yang tidak disangka-sangka kepada orang yang bertaqwa.
Maka dari itu kata kunci dari pengamalan ayat seribu dinar ini adalah "taqwa" itu sendiri. Tentang hal ini Rasulullah SAW pernah menjelaskan sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dzarrin ra.

Ia berkata,"Ketika Rasulullah SAW membaca QS Ath Tholaq ayat 2-3 maka beliau terus mengulanginya sampai beliau mengantuk, lalu bersabda: Wahai Abu Dzarrin, seandainya semua manusia mengambilnya (mengamalkan ayat tersebut), maka sungguh ia akan mencukupkan mereka."
(HR Ahmad, Nasa'i, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Ibnu Mardawaih dan Baihaqi)

Kemudian Nabi SAW juga menerangkan sebagaimana diriwayatkan oleh Mu'adz bin Jabal ra.

Bahwa Rasulullah SAW. bersabda,"Wahai manusia, jadikan taqwa kepada Allah sebagai dagangan kalian! Niscaya rezeki akan mendatangi kalian dengan tanpa barang dagangan dan perdagangan." Kemudian beliau SAW. membaca QS Ath Tholaq 2-3
(HR Thabrani, Ibnu Mardawaih, Abu Na'im dan Daelami)

Dari dua keterangan hadis diatas dapat dimengerti bahwa keistimewaan ayat seribu dinar itu terletak pada isi kandungan ayat tersebut yaitu taqwa kepada Allah, bukan kepada pengamalan pembacaan ayat-ayatnya yang tersurat. Atau dengan kata lain kita akan mendapatkan kemudahan dalam setiap urusan dan rezeki yang tiada disangka-sangka dari Allah, jika kita mengamalkan ayat ini atau menjalani taqwa kepada Allah.

Namun ada pula keterangan yang menjelaskan tentang keistimewaan membaca ayat-ayat ini. Sahabat Ibnu Abbas ra. pernah berkata,"Siapa yang membaca ayat-ayat ini di hadapan penguasa penguasa yang ia takuti kezhalimannya, atau ketika terjadi ombak yang ia takut tenggelam, atau ketika berhadapan dengan binatang buas, maka hal itu tidak akan membahayakan sedikitpun"
(Disebutkan As-Suyuthi dalam Kitab Durrul Mantsur)
-------

Maka dari itu jelaslah sudah untuk mendapatkan pertolongan Allah akan kesulitan urusan duniawi dan mendapatkan rezeki yang tidak disangka-sangka kuncinya adalah bertaqwa kepada Allah sebagaimana disebutkan dalam ayat seribu dinar ini.
-------

Setelah jelas mengenai hakikat ayat ini maka pembahasan selanjutnya adalah mengenai amalan pembuka rezeki sebagai penjabaran dari taqwa. Kami telah merangkumkan beberapa amalan-amalan yang mempermudah turunnya rezeki bersumber dari al-Qur'an dan Hadis, telah banyak cerita dari mereka yang mengamalkan amalan-amalan tersebut mendapatkan pertolongan Allah dan keberkahan dalam hidupnya. Pengalaman-pengalaman mereka insyaAllah nantinya juga akan dipaparkan dalam blog ini. Untuk membaca rangkuman amalan-amalan tersebut bisa dibuka pada tautan berikut : Amalan-Amalan Pembuka Pintu Rezeki

Kami juga telah menuliskan beberapa cara yang biasa digunakan untuk mengamalkan ayat seribu dinar oleh beberapa ulama. Tulisan tersebut bisa dibaca pada tautan berikut : Cara Mengamalkan Ayat Seribu Dinar


Wallahu a'lam bishowab