Kamis, 19 Juli 2012

ADAB TERHADAP ABORSI


ADAB TERHADAP ABORSI
                                 

Dinul Islam menjelaskan di dalam Kitab Suci al-Qur’an, "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu seripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempal: yang kokoh (rahim red). Lalu air mani itu Kami jadikan segumpal darah. Kemudian segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang­belulang. Lalu tulang- belulang itu Kami bungkus dengan daging Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbertuk) lain. Maka, Mahasuci­lah Allah, Pencipta yang paling baik” (Qs.al­Mukminun: 12-14).
Adapun pentahapan kejadian manusia semenjak janin telah diajalankan oleh Rasulullah saw, “Proses kejadian manusia pertama-tama merupakan bibit yang telah dibuahi dalam rahim ibu selama 40 hari. Kemudian berubah menjadi alaqah yang memakan waktu selama 40 hari. Lalu berubah menjadi mudlghah yang memakan waktu 40 hari pula. Setelah itu Allah mengutus malaikat yang diperintahkan menulis empat hal: (1)Tentang amalnya; (2)Rizekinya; (3)Ajalnya; dan (4)Nasibnya celaka atau bahagia. Lalu kepadanya ditiupkan ruh...’ (Hr.Bukhari; dari Abdullah bin Mas’ud ra).
Dalam hadis lain juga diterangkan “Apabila nutfah telah mengalami proses perkembangan selama 42 hari, Allah swt mengutus malaikat untuk membentuk rupa, menjadikan organ-organ pendengaran, penglihatan, kulit, daging, dan tulang" (Hr. Muslim; dan Abdullah bin mas’ud ra).
Dari dua hadis Nabi saw tersebut di atas, kiranya dapat dipahamilah konsepsi kejadian manusia, yakni: 42 hari telah berbentuk janin setelah terjadinya pembuahan; 47 hari kelengkap­an anggota tubuh janin telah terbentuk; dan pada 120 hari Allah azza wa jalla meniupkan ruh latha’if rabbani ruhani yang membedakan dengan ruh-ruh kehidupan yang dimiliki oleh segenap makhluk hidup yang lain. Sebagaimana telah difirmankan­Nya, “...Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.. " (Qs.al-Mukminun: 14).
Dengan demikian “nuthfah” yang terjadi akibat bertemunya antara sperma dan ovum dalam proses pembuahan yang telah direncanakan-Nya. Benar-benar ada keterlibatan secara langsung dan sangat melekat sifatnya, yakni ruh manusia terberkahi dengan ruh lathaif rabbani ruhani; yang menurut asy-Syahid Sayyid Quth ra (1606-1966, red) disebutnya, “Ruh insani yang membedakan manusia dari hewan. ..."

Apa itu Aborsi?
Aborsi berasal dari Bahasa Latin Abortus, yang secara etimologis berarti: keguguran kandungan, pengguguran kandungan, atau membuang janin.
Sedangkan dalam termonilogi kedokteran, aborsi berarti, terhentinya kehamilan sebelum 28 minggu.
Adapun menurut istilah hukum, aborsi berarti pula pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah, red).
Menurut pakar medis, tindakan aborsi dapat dibedakan ke dalam dua bentuk:
a.         Abortus Spontaneus, yakni aborsi yang terjadi secara tidak sengaja.
Aborsi ini dapat terjadi dikarenakan salah satu dari pasangannya ada yang berpenyakit kelamin, kecelakaan, dsb.
b.         Abortus Provocatus, yakni aborsi yang disengaja. Aborsi jenis ini meliputi dua kategori:
õ  Abort us Artificialis Therapias, adalah aborsi yang
dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis; yakni apabila tindakan aborsi tidak diambil, dapat membahayakan jiwa si ibu janin.
õ  Abortus Provocatus Criminalis adalah aborsi yang
dlakukan tanpa dasar indikasi medis.
Misalnya, aborsi yang dilakukan untuk melenyapkan janin dalam kandungan akibat hubungan seksual di luar pernikahan, atau mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki (akibat faktor: malu, ekonomi, dll, red).

Keluarga Muslim, Hindarilah Praktek Aborsi!!!
Bila kita perhatikan firman Allah swt dan dua matan hadis di awal pembahasan. Maka, dapat kita simpulkan betapa mulianya kejadian manusia menurut kehendak Allah azza wa jalla.
Oleh karena hanya manusia yang berperilaku iblis atau setan, atau berhati hayawan saja yang tanpa ada udzur syar’i mereka berani melakukan praktek aborsi. Termasuk mereka adalah para dokter, atau siapa saja yang membantu melakukan praktek Abortus Provocatus Criminalis, jelas mereka adalah manusia setengah hewan, bila tidak dikatakan sebagal manusia setengah setan.
Oleh sebab itu. al-faqir mengajak kepada segenap keluarga muslim yang masih memiliki kekuatan keimanan dan keyakinan kepada Allah azza wa jalla terhadap kehendak kehidupan­-Nya yang dianugerahkan kepada segenap makhluk, khususnya umat manusia. Tinggalkanlah praktek aborsi, karena hal itu bertentangan dengan ajaran teologis dinul Islam.
Dalam rangka itu, marilah pahami dengan baik dan benar akan praktek aborsi di kehidupan kita, yakni dengan mengamalkan beberapa etiket penting (adab, red), sebagai berikut:

1.   Aborsi dibolehkan syara bilamana memenuhi kri teria:
a.         Tidak sengaja.
Aborsi pada jenis Abortus Spontaneus, ulama fikih sepakat atas kebolehannya (Lihat Kitab al­Mausua'tul Fiqhiyyah, Juz I, hal.8, kol.2).
b.         Sebelum ditiupkan ruh.
Ulama fikih membedakan antara hukum
menggugurkan kandungan sebelum dan sesudah ditiupkan ruh.
        -   Boleh secara mutlak.
Ulama madzab zaidiah, sebagian ulama madzab hanafi, dan sebagian madzab syafi’i, berpendapat, “Dibolehkan secara mutlak tanpa dikaitkan dengan udzur sama sekali."
        -   Boleh bila ada udzur syari.
Sebagian ulama madzab hanafi dan sebagian ulama madzab syafi’i, berpendapat, “Aborsi dibolehkan apabila ada udzur. Dan makruh hukumnya apabila tanpa udzur.”
Yang dimaksud udzur oleh mereka adalah mengeringnya air susu ibu ketika kehamilan sudah mulai kelihatan, sementara sang ayah tidak mampu membiayai anaknya untuk menyusu kepada perempuan lain apabila lahir nanti.
        -   Makruh secara mutlak.
Sebagian ulama madzab maliki, berpendapat, “Aborsi sebelum ditiupkan ruh hukumnya makruh secara mutlak.”
        -   Haram.
Jumhur ulama madzab maliki dan madzab dhahiri, berpendapat, “Haram melakukan aborsi sekalipun ruh belum ditiupkan. Karena sperma apabila telah menetap di dalam rahim, meskipun belum melauli masa 40 hari, tidak boleh dikeluarkan.”
2.   Aborsi yang diharamkan syara'.
Jumhur ulamá fikih sepakat, bahwa janin yang telah ditiupkan ruh, maka haram hukumnya dilakukan tindakan Abortus Provocatus Criminalis. Hal ini didasarkan pada:
           - al-Qur’an surat al-israa’ ayat ke-13, “Dan, janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin....”
           - al-Qur’an surat al-an’am ayat ke-151, “Katakanlah, 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Rabb kalian, yaitu:...dan janganlah kalian membunuh anak­anak kalian karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizeki kepada kalian dan kepada mereka;....”
           -  al-Qur’an surat al-israa’ ayat ke-33, “Dan, janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.
           - al-Qur’an surat an-Nahl ayat ke 58-59, "Dan, apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah, red) mukanya dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepaadnya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup).? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.”
Adapun sanksi hukum bagi seorang perempuan yang telah melakukan aborsi pasca ditiupkan ruh, menurut jumhur ulama ahli fikih mengatakan, “Adalah wajib membayar gurrah (seorang budak lelaki atau perempuan, red).”
Demikian halnya bila yang melakukan aborsi adalah orang lain (sekalipun itu suaminya sendiri, red), jumhur ulama ahli fikih berpendapat (di antaranya madzab dhahiri, red), “.. Di samping membayar gurrah, pelaku aborsi juga dikenai sanksi kafarat, yaitu memerdekakan budak. Dan jika tidak mampu wajib berpuasa dua bulan berturut­turut. Apabila masih tidak mampu juga, wajib membayar makan untuk fakir-miskin sebanyak 60 orang.”
Hal ini dijatuhkan atas dasar pemikiran, “Bahwa aborsi adalah termasuk pembunuhan dengan sengaja terhadap manusia yang diancam dengan hukuman qishash, atau dengan diat bila dimaafkan".
Sedangkan madzab dhahiri berpendapat, “Berdasarkan pada surat an-nisaa' ayat ke-92, "...Barang siapa yang tidak memperolehnya (budak), maka hendaklah ia (si pembunuh)berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah....”
Adapun untuk konteks hukum positif di In­donesia, hal itu telah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia Bab XIV tentang kejahatan terhaadp kesusilaan pasal 299 ayat (1) dikatakan, bahwa perbuatan aborsi yang disengaja atas perbuatan sendiri atau minta bantuan pada orang lain dianggap sebagai tindakan pidana yang diancam dengan hukuman paling lama 4 tahun penjara atau denda paling banyak Rp. 3.000,00.
Ayat (2) pasal 299 tersebut melanjutkan, bahwa apabila yang bersalah dalam aborsi tersebut adalah pihak luar (bukan ibu yang hamil, red) dan perbuatan itu dilakukan untuk tujuan ekonomi, sebagai mata pencaharian, maka hukumannya dapat ditambah sepertiga hukuman pada ayat (I) di atas dan apabila selama ini perbuatan itu dilakukan sebagai mata pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan mata pencaharian tersebut.
Kemudian pada pasal 346 dikatakan bahwa wanita yang dengan sengaja menggugurkan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk melakukan hal itu, diancam hukuman penjara paling lama 4 tahun.
Pada pasal 347 ayat (1) disebutkan orang yang menggugurkan atau mematikan kehamilan seorang wanita tanpa persetujuan wanita itu
diancam hukuman paling lama 12 tahun penjara, dan selanjutnya ayat (2) menyebutkan jika dalam menggugurkan kandungan tersebut berakibat pada hilangnya nyawa wanita yang mengandung itu, maka pihak pelaku dikenakan hukuman penjara paling lama 15 tahun.
Dalam pasal 348 ayat (1) disebutkan bahwa orang yang dengan sengaja menggugurkan kandungan seorang wanita atas persetujuan wanita itu diancam hukuman paling lama 15 tahun penjara, dan ayat (2) melanjutkan jika dalam perbuatan itu menyebabkan wanita itu meninggal, maka pelaku diancam hukuman paling lama 17 tahun penjara.
Dengan demikian, perbuatan aborsi Indonesia termasuk tindakan kejahatan yang diancam dengan hukuman yang jelas.

3.         Aborsi sebab dlarurat.
Adalah aborsi yang dibolehkan manakala dalam kondisi dlarurat, dikarenakan adanya udzur syar’i. Misalnya, apabila ada janin dibiarkan tumbuh dalam rahim akan berakibat kematian ibu. Maka, nyawa ibu harus diselamatkan lebih dahulu, sebab ibu adalah asal bagi terjadinya bayi. Hal ini didasarkan pada:
a. Hadis Nabi saw, “Jangan berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri atau orang lain” (Hr. Ahmad dan Ibnu Majah).
b. Kaidàh fikih, "Apabila terdapat dua hal yang merugikan, padahal tidak mungkin dihindari keduanya, maka harus ditentukan pilihan kepada yang lebih ringan. kerugiannya.”
4.   Hindari segenap Fenomena yang dapat menimbulkan tindakan aborsi
Yang paling menonjol dari sebab munculnya tindakan aborsi adalah perilaku perzinaan dan masalah kegoncangan ekonomi keluarga. Namun secara global dua faktor itu lebih disebabkan karena sikap keimanan atas tauhid yang rendah dan sikap futur yang terdapat di dalam jiwa kemuslimannya.
Oleh karena sikap yang konkrit di dalam menghindarkan diri dari praktek aborsi adalah: Membangun kepribadian yang bertauhidullah; Hindari berpikir kapitalistik; Jangan melakukan praktek zina; dan Harus meyakini bahwa aborsi tanpa adanya udzur syar’i merupakan tindakan pembunuhan atas nyawa manusia.

Cegah Aborsi Dengan Membangun Tauhid
Tindakan aborsi dilakukan seseorang, tak terkecuali seorang muslim, lebih disebabkan karena tidak terdapatnya bangunan tauhidullah yang solid lagi benar di dalam kalbunya.
Sedangkan realitas aborsi, terjadi disebabkan semakin terbukanya pergaulan antar lawan jenis (lelaki dengan perempuan, red), yang sudah tidak lagi mematuhi syariatullah dan manhaj dinul Islam. Perilaku aborsi yang pasti bukan tradisi kaum muslimin, ia merupakan tradisi jahiliah, dan sekarang seolah telah dikembagakan di kehidupan “~syarakat modern ke dalam perilaku jahiliah modern.
Konon masyarakat semakin permisif dengan tindakan aborsi, dan mereka telah menganggap­nya sebagai sesuatu yang lumrah, yang biasa teijadidi kehidupan sosial masyarakat. Artinya, kehidupan sosial masyarakat kita telah benar-benar sakit dan pathologi social yang akut itu adalah “tidak adanya rasa malu”. Sedangkan hilangnya “rasa malu” disebabkan labilitasnya keimanan dan ketakwaan seorang hamba. Adapun abilitas keimanan dan ketakwaan, lebih dikarenakan gagalnya system pendidikan nasional dan pendidikan agama Islam di negeri yang konon penduduknya mayoritas muslim ini.
Sudah saatnya kaum muslimin dengan ulama dan cerdik pandainya mengaktualisasikan kembali bangunan epistimologi Islam, sehingga dapat secara kritis mengimbangi dominasi epistimologi barat atas kaum muslimin; yang sarat degan pesan dengan percepatan  informasi-komunikasi yang tidak seimbang.
Adalah sinyalemen yang nyata, bahwa kaum muslimin, terutama ulama dan kaum cerdik pandainya telah kehilangan mereka teori keilmuan (epistimologi) Islma yang telah diletakkan oleh Nabi Ibrahim as, yang kemudian disempurnakan oleh Rasulullah saw dengan panduan blue print ilahiah.
Bila sarjana barat dan Amerika menandai dan memiliki para sarjana yang secara khusus mempelajari dan mengkaji tradisi, keilmuan, reliji, dan kebudayaan timur; yang lazim disebut “orientalis”. Apakah kondisi ini seimbang dengan eksistensi sarjana Timur yang didanai dan kualitasnya memadai secara apik di dalam mempelajari dan mengkaji tradisi, keilmuan, reliji, dan kebudayaan Barat; atau yang lazim disebut “oksidentalis”. Sudah barang tentu jawabannya, adalah kembali kepada diri kita dan tokoh-tokoh pendidikan keislaman kita? []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar