Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah
kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan
para sahabatnya.
Memahami
bacaan shalat serta merenunginya merupakan salah satu jalan untuk meraih
kekhusyu'an. Bahkan menjadi salah satu jalan utamanya. Rasanya orang yang jahil
terhadap makna-makna yang dibacanya dari Al-Qur'an dan dzikir-dzikir dalam
shalat sangat sulit sekali untuk mendapatkan kekhusyu'an. Hal ini sebagaimana
yang disebutkan oleh Muhammad Shalih al-Munajid dalam 33 Sababab Lil
Khusyu' Fish Shalah, pada urutan ke empat.
Dalam
bagian ini, Syaikh Al-Munajid menganjurkan bagi orang yang melaksanakan shalat untuk
memahami bacaan Al-Qur'an yang dilantunkan dalam shalat. Lalu beliau
menunjukkan cara untuk memahami Al-Qur'an, yaitu dengan memperhatikan tafsir
Al-Qur'an sebagimana yang dikatakan oleh Ibnu Jarir rahimahullah,
"Sesungguhnya
aku heran dengan orang-orang yang membaca Al-Qur'an, sedangkan ia tidak
memahami takwil (tafsir)nya, mana mungkin dia dapat menikmati bacaannya."
(Pendahuluan Tafsir al-Thabari, Mahmud Syakir: I/10)
Karenanya,
sangat dianjurkan bagi orang yang membaca Al-Qur'an untuk membaca juga
kitab-kitab tafsir. Jika tidak sempat, maka dianjurkan untuk membaca
ringkasannya. Kalau masih juga berat, dianjurkan membaca kitab-kitab yang
menerangkan kalimat-kalimat yang sulitnya. Dan bagi kita, orang Ajam yang tidak
berbicara dengan bahasa Arab, dianjurkan untuk membaca tarjamahnya. Semua ini
agar kita bisa memahami bacaan Al-Qur'an yang dilantunkan dalam shalat sehingga
kita mampu merenunginya, lalu tumbuh kekhusyu'an dalam diri kita.
Ketika
seseorang memahami arti dan maksud ayat yang dibacanya memungkinkan dia untuk
mengulang-ulang ayat tersebut guna lebih meresapinya dan memperkuat
perasaannya. Dalam sebuah hadits disebutkan, "Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam pernah berdiri melaksanakan qiyamul lail semalaman hanya membaca
satu ayat yang diulang-ulangnya hingga pagi, yaitu firman Allah,
إِنْ
تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ
الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Yang
maknanya kurang lebih, "Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya
mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS.
Al-Maidah: 118)
Seseorang
yang memahami makna ayat yang dibaca, tentunya akan mungkin untuk berinteraksi
langsung dengan ayat tersebut. Yaitu dengan bertasbih ketika melewati ayat
tasbih, dan berdoa ketika melewati ayat yang mengandung permintaan,
berta'awwudz (meminta perlindungan) ketika melewati ayat yang mengandung
perlindungan, memohon surga ketika melewati ayat surga, dan berlindung dari
neraka ketika melewati ayat yang membicarakan tentang neraka dan kedahsyatan
siksanya.
Imam
Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan dari Hudzaifah radliyallah 'anhu,
berkata,
صَلَّيْتُ
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ . . .
فَقَرَأَهَا يَقْرَأُ مُتَرَسِّلًا إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيهَا تَسْبِيحٌ سَبَّحَ
وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ
"Suatu
malam aku shalat bermakmum kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau
membaca Al-Qur'an dalam shalatnya dengan berlahan (tidak tergesa-gesa). Apabila
beliau sampai pada ayat yang mengandung tasbih, beliau bertasbih. Apabila
sampai pada ayat yang mengandung permintaan, beliau meminta (berdoa). Dan
apabila sampai pada ayat yang mengandung perlindungan, beliau berta'awwudz
(memohon perlindungan)."
(HR. Muslim, no. 772)
صَلَّيْتُ
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَكَانَ إِذَا مَرَّ
بِآيَةِ رَحْمَةٍ سَأَلَ، وَإِذَا مَرَّ بِآيَةِ عَذَابٍ تَعَوَّذَ، وَإِذَا مَرَّ
بِآيَةٍ فِيْهَا تَنْزِيْهٌ لِلَّهِ سَبَّحَ
"Suatu
malam aku shalat bermakmum kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Maka
apabila sampai pada ayat rahmat, beliau meminta rahmat. Apabila sampai pada
ayat adzab, beliau berlindung darinya. Dan apabila sampai pada ayat yang di
dalamnya mengandung makna menyucikan Allah, beliau membaca tasbih." (HR.
Imam al-Marwazi dalam Ta'dzim Qadris Shalah. Hadits ini dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Shahih al-Jami', no. 4782)
Sebagian
ulama salaf juga membaca ayat dengan diulang-ulang karena terkesan dengan makna
dan kandungannya. Hal ini tidak lain karena mereka memahami apa yang mereka
baca. Qatadah bin al-Nu'man, seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, melakukan qiyamullailnya tanpa membaca surat apapun, kecuali
surat Al-Ikhlash yang dibacanya berulang-ulang. (Atsar riwayat Al-Bukhari,
lihat Fathul Baari 9/59 dan Ahmad dalam Musnadnya III/43)
Sa'id
bin 'Ubaid al-Thaiy telah meriwayatkan sebuah atsar, ia pernah mendengar Sa'id
bin Jubair mengimami pada bulan Ramadlan. Pada shalat tersebut, Sa'id hanya
membaca ayat berikut ini secara berulang ulang,
فَسَوْفَ
يَعْلَمُونَ إِذِ الْأَغْلَالُ فِي أَعْنَاقِهِمْ وَالسَّلَاسِلُ
يُسْحَبُونَ فِي الْحَمِيمِ ثُمَّ فِي النَّارِ يُسْجَرُونَ
"Kelak
mereka akan mengetahui,ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka,
seraya mereka diseret, ke dalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar
dalam api." (QS. Al-Mukmin: 70-72)
Al-Qasim
telah meriwayatkan bahwa dia pernah melihat Sa'id bin Jubair melakukan
qiyamullail dengan hanya membaca ayat,
وَاتَّقُوا
يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا
كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
"Dan
peliharalah dirimu dari (adzab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu
semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan
yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun
tidak dianiaya (dirugikan)." (QS.
Al-Baqarah: 281) dan beliau mengulang-ulang bacaan ayat ini sampai 20 kali
lebih.
Seorang
laki-laki dari Bani Qais yang dikenal dengan Abu Abdullah telah meriwayatkan,
"Pada suatu malam kami menginap di rumah Al-Hasan (al-Bashri), maka di
tengah malam ia bangun dan shalat. Dan ternyata yang dibacanya hanyalah ayat
berikut secara berulang-ulang hingga waktu sahur, yaitu firman Allah,
وَآَتَاكُمْ
مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
"Dan
Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan
kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu
menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat dzalim dan sangat mengingkari
(nikmat Allah)." (Qs. Ibrahim: 34)
Pada
pagi harinya kami bertanya, "Wahai Abu Sa'id, mengapa engkau tidak
melampaui ayat ini dalam bacaan sepanjang malam?" Al-Hasan menjawab,
"Aku memandang ayat ini mengandung pelajaran yang mendalam. Karena
tidaklah aku menengadahkan pandangan mataku dan tidak pula menundukkannya,
melainkan pasti melihat nikmat. Sedangkan nikmat-nikmat Allah yang belum
diketahui, masih sangat banyak." (Al-Tadzkirah, karya Imam al-Qurthubi,
hal. 125)
Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Munajjid juga menjelaskan bahwa meragamkan bacaan surat,
ayat, dzikir, dan do'a dalam shalat bisa membantu menghadirkan kekhusyu'an.
Namun, kekhusyu'an ini tidak akan diperoleh kecuali oleh orang yang mengetahui
maknanya dan memahami kandungannya, sehingga ketika ia membacanya seolah dia
sendiri yang bermunajat dan meminta kepada Allah secara langsung.
Berikut
ini kekhusyu'an Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam shalatnya
sehingga tumbuh rasa takutnya kepada Allah sampai-sampai air mata beliau
tertumpah membasahi bumi. Diriwayatkan dari 'Atha, dia dan 'Ubaid bin 'Umair
pernah datang menemui 'Aisyah radliyallah 'anha. Kemudian 'Ubaid berkata,
"Ceritakanlah kepada kami hal yang paling menakjubkan yang pernah Anda
lihat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?"
'Aisyah
menangis lalu becerita, "Pada suatu malam Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bangun, lalu berkata, "Hai 'Aisyah biarkan aku menyembah
Tuhanku malam ini, sesungguhnya aku suka dekat denganmu dan aku menyukai apa
yang engkau sukai."
'Aisyah
melanjutkan kisahnya, "Sesudah itu beliau bangkit dan berwudlu', lalu
berdiri untuk shalatnya. Beliau terus-menerus menangis dalam shalatnya sehingga
pangkuannya basah, dan terus menangis hingga tanahnya basah. Setelah itu Bilal
datang untuk memberitahukan akan masuknya waktu Shubuh. Tetapi, setelah Bilal
melihat beliau menangis, maka ia bertanya, "Wahai Rasulullah, Anda
menangis, padahal Allah sudah mengampuni semua dosamu yang terdahulu dan yang
kemudian?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab,
أَفَلاَ
أَكُوْنَ عَبْدًا شَكُوْرًا، لَقَدْ نَزَلَتْ عَلَيَّ اللَّيْلَةَ آيَةٌ، وَيْلٌ
لِمَنْ قَرَأَهَا وَلَمْ يَتَفَكَّرْ فِيْهَا (إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ. . . . الآية كُلُّهَا
"Tidak
bolehkan aku menjadi hamba yang banyak bersyukur? Sesungguhnya malam ini telah
diturunkan kepadaku beberapa buah ayat. Celakalah bagi orang membacanya tapi
tidak memikirkan makna yang terkandung di dalamnya: "Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi . . . (QS.
Al-Baqarah: 164) seluruhnya." (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Al-Albani
dalam Al-Shahihah, no. 68, menyatakan sanad hadits ini jayyid –baik-)
Mengetahui
dan memahami makna apa yang dibaca di dalam shalat menjadi sarana wajib untuk
bisa merenungkan dan mentadabburi setiap gerakan dan zikir-zikir dalam shalat.
Dari perenungan dan tadabbur yang mendalam ini akan memunculkan sentuhan jiwa
sehingga matapun akan bisa menangis. Allah berfirman tentang Ibadurrahman,
وَالَّذِينَ
إِذَا ذُكِّرُوا بِآَيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمًّا
وَعُمْيَانًا
"Dan
orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Rabb mereka, mereka
tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta." (Q.S Al-Furqan 73)
Imam
Ibnul Qayyim dalam kitabnya Al-Shalah, pernah menyatakan: "Ada satu hal
ajaib yang dapat diperoleh oleh orang yang merenungi makna-makna Al-Qur'an.
Yaitu keajaiban-keajaiban Asma dan Sifat Allah. Itu terjadi, tatkala orang tadi
menuangkan segala curahan iman dalam hatinya, sehingga ia dapat memahami bahwa
setiap Asma dan Sifat Allah itu memiliki tempat (bukan dibaca) di setiap
gerakan shalat. Artinya bersesuaian. Tatkala ia tegak berdiri, ia dapat
menyadari ke-Maha Terjagaan Allah, dan apabila ia bertakbir, ia ingat akan
ke-Maha Agung-an Allah." Wallahu a'lam Bis shawab. . [PurWD/voa-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar