LARANGAN
BERSETUBUH SAAT ISTRI MENSTRUASI
Menstruasi
adalah proses keluarnya darah dari organ reproduksi wanita yang rutin terjadi
satu atau dua kali dalam sebulan, yang terjadi karena luruhnya lapisan dinding
rahim bagian dalam yang banyak mengandung pembuluh darah dan sel telur yang
tidak dibuahi. Semua wanita normal pasti mengalami menstruasi. Waktu atau
lamanya darah tersebut mengalir keluar rata-rata antara 5 hingga 8 hari, namun
jika terjadi durasi waktu 3 hingga 10 hari pun ini masih normal. Jarak
menstruasi pada bulan A ke menstruasi bulan B (dan seterusnya) normalnya
berkisar antara 28 hari atau 40 hari. Pada saat menstruasi sering menimbulkan
rasa sakit atau disebut dismenore, hal ini akibat dari kontraksi otot perut
ketika mengeluarkan darah dari dalam rahim, sama halnya dengan kontraksi otot
pada bagian tubuh yang lain, otot rahim yang bekerja sangat intens ini pun akan
mengalami kram (ketegangan), dan kondisi ini menyebabkan nyeri. Mengingat
kondisi seperti ini, kebersihan saat menstruasi harus dijaga.
Rasa sakit saat menstruasi seperti ini biasanya butuh diatasi dengan
kompres air hangat, digosok minyak aroma terapi, minum minuman hangat,
relaksasi semacam peregangan otot ringan, sampai minum obat-obatan anti nyeri. Memahami
kondisi wanita seperti ini, apakah nyaman berhubungan saat menstruasi?
Seperti
dilansir seorang pakar seks dan terapis dari Feinberg School of Medicine,
Northwestern University, Chicago, Laura Berman, Ph.D. mengatakan, melakukan
hubungan suami istri saat wanita sedang mengalami masa menstruasinya adalah
sangat berbahaya bagi kedua belah pihak, terutama bagi pihak wanita. Diantara
semua kemungkinan berbahaya tersebut antara lain:
1. Resiko terjadinya infeksi. Karena
terjadinya inovulasi (telur yang tidak terbuahi), maka dinding rahim mengalami
peluruhan dalam wujud darah yang mengalir (menstruasi). Saat peluruhan inilah terjadi kontraksi yang
muncul sebagai nyeri yang dirasakan wanita. Darah ini bisa menjadi media
penularan bakteri jika terjadi intercourse, yang bisa menyebabkan infeksi pada
saluran kencing, sperma, dan prostat pada pria.
2. Resiko munculnya PMS (penyakit
menular seksual) bagi kedua belah pihak. Mengapa kebersihan saat menstruasi
menjadi sangat penting, ya karena saat wanita menstruasi leher rahim terbuka,
sehingga berbagai kotoran maupun bakteri bisa masuk lebih leluasa hingga ke
dalam rongga pinggul. Bakteri dari luar bisa lebih leluasa masuk jika terjadi
intercourse, dan bisa menciptakan penyakit menular untuk kedua belah pihak,
seperti infeksi HIV AIDS,
hepatitis, dll
Resiko Endometriosis. Endometriosis mengacu pada pertumbuhan
sel-sel di luar endometrium (dinding rahim) atau di tempat lain. Saat melakukan hubungan suami istri,
sang perempuan akan mengalami orgasme, bila sang perempuan dalam keadaan
menstruasi pada saat itu akan terjadi regurgitasi atau aliran balik darah
haid dari dalam rahim ke saluran indung telur dan masuk ke dinding perut. Ini akan menyebabkan tumbuhnya
jaringan dinding rahim di luar rahim, yaitu di rongga perut, seperti di
ovarium, tuba falopii, jaringan yang menunjang uterus, daerah di antara vagina
dan rectum, dan bisa juga di kandung kemih. Dalam tingkat
lanjut pertumbuhan jaringan tersebut akan memicu rasa nyeri saat haid, atau
biasa disebut dengan dismenore, nyeri saat hubungan seks, dan
berkurangnya kesuburan. Ini sangat berbahaya. Tak hanya itu, risiko infeksi
juga semakin meningkat baik pada pria maupun wanita. Tingkat keasaman dan
kemampuan lendir vagina untuk melawan bakteri saat berhubungan seks akan
mengalami penurunan, sehingga berpotensi mengembangkan bakteri dan kuman yang
membahayakan kesehatan.
3.
Resiko Mati mendadak. Ini
bisa terjadi karena intercourse. Gerakan penis pada saat berhubungan
seks di masa haid juga bisa menjadi pemicu terjadinya gelembung udara ke
pembuluh darah yang terbuka. Para ahli medis mengkhawatirkan, jika emboli atau
gelembung udara tersebut masuk ke dalam pembuluh darah maka akan mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah dan bisa menyebabkan “sudden death” atau mati
mendadak.
Beberapa risiko di atas merupakan uraian penjelasan dalam sudut pandang kesehatan dan medis. Namun 1500 tahun silam, Islam sudah memberitahu hal tersebut melalui Al Qur'an dalam surat Al Baqarah ayat 222.
Dalam ayat tersebut dijelaskan: “Mereka bertanya kepadamu
tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah
kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati
mereka (berhubungan suami istri_red), sebelum mereka suci. Apabila mereka telah
suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang
yang menyucikan diri.” (QS.
Al-Baqarah: 222).
Menurut Imam Nawawi dalam Al Majmu’ 2:343, kata Mahidh dalam
ayat diatas bisa bermakna darah haid, ada pula yang mengatakan waktu haid dan
ada pula yang mengatakan itu adalah tempat keluarnya darah haid, yakni
kemaluan. Sedangkan menurut ulama syafi’iyah, yang dimaksud mahidh adalah darah
haid.
Jima’ adalah berhubungan intim pada kemaluan. Disebutkan oleh
Imam Nawawi ra. dalam Al Majmu’ 2:359, beliau berkata, “Kaum muslimin sepakat akan haramnya menyetubuhi wanita haid
berdasarkan ayat Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih.” Sedangkan Ibnu
Taimiyah ra. dalam Majmu’ Al Fatawa, 21: 624 juga berkata, “Menyetubuhi wanita nifas adalah sebagaimana wanita haid yaitu haram
berdasarkan kesepakatan para ulama.”
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam".
( HR.Tirmidzi no.135, Ibnu Majah no.639 )
Dalam Al Majmu’ 2:359, Al Muhamili menyebutkan bahwa Imam Asy Syafi’i ra. berkata, “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid, maka ia telah terjerumus dalam dosa besar.”
Hubungan kelamin yang diperbolehkan dengan dengan wanita haid adalah bercumbu selama tidak melakukan jima’ (senggama) di kemaluan. Dalam sebuah hadits riwayat Muslim no. 302 disebutkan perkataan Rasulullah, yang artinya, “Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima’ (di kemaluan).”
Dalam riwayat yang lain, disebutkan oleh ‘Aisyah ra :
"Bahwa di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang mengalami haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin bercumbu dengannya. Lantas beliau memerintahkannya untuk memakai sarung agar menutupi tempat memancarnya darah haid, kemudian beliau tetap mencumbunya (di atas sarung). Aisyah berkata, “Adakah di antara kalian yang bisa menahan hasratnya (untuk berjima’) sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menahannya?"
( HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 293 )
Ini artinya mencumbui wanita yang sedang haid selain di kemaluan dan tidak termasuk di tempat yang dilarang ALLAH serta berlebihan adalah diperbolehkan. Namun dalam hadits ini juga disebutkan bahwa kemungkinan besar orang tidak akan bisa menahan hasrat, sehingga lebih baik jika tidak dilakukan sama sekali.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam".
( HR.Tirmidzi no.135, Ibnu Majah no.639 )
Dalam Al Majmu’ 2:359, Al Muhamili menyebutkan bahwa Imam Asy Syafi’i ra. berkata, “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid, maka ia telah terjerumus dalam dosa besar.”
Hubungan kelamin yang diperbolehkan dengan dengan wanita haid adalah bercumbu selama tidak melakukan jima’ (senggama) di kemaluan. Dalam sebuah hadits riwayat Muslim no. 302 disebutkan perkataan Rasulullah, yang artinya, “Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima’ (di kemaluan).”
Dalam riwayat yang lain, disebutkan oleh ‘Aisyah ra :
"Bahwa di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang mengalami haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin bercumbu dengannya. Lantas beliau memerintahkannya untuk memakai sarung agar menutupi tempat memancarnya darah haid, kemudian beliau tetap mencumbunya (di atas sarung). Aisyah berkata, “Adakah di antara kalian yang bisa menahan hasratnya (untuk berjima’) sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menahannya?"
( HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 293 )
Ini artinya mencumbui wanita yang sedang haid selain di kemaluan dan tidak termasuk di tempat yang dilarang ALLAH serta berlebihan adalah diperbolehkan. Namun dalam hadits ini juga disebutkan bahwa kemungkinan besar orang tidak akan bisa menahan hasrat, sehingga lebih baik jika tidak dilakukan sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar